JURNAL PENELITIAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA "ANALISIS JENIS GAYA BAHASA DAN PERSAJAKAN PADA SYAIR LAGU-LAGU AFGAN PADA ALBUM CONFFENSION NO.1" OLEH: ALVIAN KURNIAWAN

ANALISIS JENIS GAYA BAHASA DAN PERSAJAKAN PADA SYAIR LAGU-LAGU AFGAN DALAM ALBUM CONFFENSION NO.1

Oleh:
ALVIAN KURNIAWAN
Dra. Hj. Siti Rukiyah, M.Pd. Drs. H. Yuswan, M.Pd.
ABSTRAK
Gaya bahasa adalah suatu sistem bahasa yang menggunakan kata-kata kiasan yang timbul dari hati seorang penulis untuk mengemukakan suatu maksud dengan cara menyamakan dengan sesuatu yang lain dan sajak adalah pola estetika bahasa yang berdasarkan pengulangan bunyi suara dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi sehingga menarik untuk dibaca. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah jenis gaya bahasa dan persajakan pada syair lagu-lagu Afgan dalam album Conffension No.1. Tujuan dalam penelitian ini untuk mendeskripisikan jenis gaya bahasa dan persajakan pada syair lagu-lagu Afgan dalam album Conffension No.1.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan stilistika. Sumber data penelitian ini adalah lagu-lagu Afgan dalam album Conffension No.1, yang berjumlah sepuluh lagu, diproduksi oleh Wannab Music Production tahun 2008 dan dipasarkan Sony BMG Indonesia yang berjumlah tiga belas lagu. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis karya.
Berdasarkan hasil analisis data, disimpulkan bahwa pada syair lagu-lagu Afgan dalam album Conffension No.1 mempunyai empat klasifikasi gaya bahasa, yaitu: 1) Perbandingan; 2) Perulangan/penegasan; 3) Pertentangan dan 4) Pertautan. Klasifikasi gaya bahasa pertautan dan jenis gaya bahasa elipsis sering muncul dalam album tersebut. Selain itu, juga terdapat tiga klasifikasi sajak, yaitu: 1) Sajak berdasarkan bunyinya; 2) Sajak berdasarkan letaknya dalam baris dan 3) Sajak berdasarkan letaknya dalam bait. Klasifikasi sajak berdasarkan letaknya dalam bait dan jenis sajak aliterasi/pangkal juga sering muncul dalam album tersebut. Dari data tersebut, dapat dideskripsikan bahwa pada syair lagu-lagu Afgan dalam album Conffension No.1 jenis gaya bahasa yang digunakan cenderung mengandung makna tersirat sehingga memerlukan interpretasi untuk mengasosiasikannya. Sedangkan sajak yang digunakan dominan vertikal dan dilambangkan dengan konsonan-konsonan bunyi yang melambangkan kekacauan batin, kesunyian dan kesedihan.
Kata Kunci: gaya bahasa, sajak dan album.



PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa dan sastra merupakan dua komponen yang tidak dapat dipisahkan. Bahasa adalah sarana komunikasi yang mutlak diperlukan oleh setiap anggota masyarakat. Hal ini dikemukakan oleh Keraf (2006:1) sebagai berikut.
Melalui bahasa,
kebudayaan suatu
bangsa dapat dibentuk,
dibina, dikembangkan,
dan dapat diturunkan
kepada generasi
mendatang. Dengan
adanya bahasa sebagai
alat komunikasi, maka
yang ada disekitar
manusia mendapat
tanggapan dalam
pikiran manusia yang
disusun dan
diungkapkan kembali
kepada orang lain
sebagai bahan
komunikasi.

Sastra merupakan suatu pola bahasa yang mengandung pola estetika baik dalam bentuk sistem bahasa atau pemaknaan tentang bahasa itu sendiri. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dipahami, dirasakan, dan dimanfaatkan oleh masyarakat atau pembaca. Sebuah sastra dapat memberi manfaat kepada pemakai dan penikmatnya. Agar dapat dinikmati, sebuah sastra haruslah dipadukan dengan sebuah pengetahuan. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Suroto (1989:1) sebagai berikut.
Hadirnya suatu karya sastra tentunya agar dapat dinikmati oleh
pembaca. Untuk dapat menikmati suatu karya sastra secara
sungguh-sungguh dan baik diperlukan sepe-rangkat pengetahuan akan karya sastra. Tanpa pengetahuan yang cukup, penik-matan akan sebuah karya sastra hanya bersifat dangkal dan sepintas karena ku-rangnya pemahaman yang tepat.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diketahui bahwa untuk memahami sebuah sastra, tidak bisa dengan pengetahuan yang dangkal. Sastra dibangun dengan sistem bahasa yang tidak konvensional. Untuk itu kita membutuhkan tingkat pemahaman yang tinggi terhadap karya sastra yang kita baca.
Melalui sebuah sastra, seseorang dapat mengekspresikan perasaan yang dialaminya dengan kreativitas seperti: puisi, prosa dan salah satunya adalah lagu. Sebelum manusia menikmati sebuah lagu yang telah dikombinasikan dengan sebuah musik, terlebih dahulu lagu diawali oleh sebuah tulisan yang dikenal dengan istilah lirik atau syair. Dalam syair sebuah lagu, banyak terdapat unsur-unsur yang terlibat dalam pembentukannya. Unsur-unsur tersebut dibangun oleh tataran bahasa dan sastra. Salah satu unsur yang membangunnya adalah permajasan atau gaya bahasa dan persajakan.
Berdasarkan uraian di atas dan juga didasari pada penelitian terdahulu yang mencoba menganalisis lirik-lirik lagu. Maka, penulis tertarik untuk dapat meneliti jenis gaya bahasa dan persajakan pada syair lagu-lagu Afgan dalam album Conffension No.1.
1.2 Masalah Penelitian
Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah jenis gaya bahasa dan persajakan pada syair lagu-lagu Afgan dalam album Conffension No. 1?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan jenis gaya bahasa dan persajakan pada syair lagu-lagu Afgan dalam album Conffension No.1.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoretis maupun praktis.
1) Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan sumbangan dalam disiplin ilmu bahasa dan sastra, seperti: kajian puisi, khususnya tentang gaya bahasa dan persajakan.
2) Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat (1) dijadikan sebagai salah satu referensi bagi mahasiswa yang berminat menganalisis jenis gaya bahasa dan persajakan dalam penelitian yang serupa; (2) bagi metode pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, agar dapat menjadi petunjuk metode pratikum ketika menganalisis unsur bahasa dan sastra dengan mempergunakan media elektronik yang disesuaikan dengan perkembangan iptek.
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Literatur
2.1.1 Pengertian Gaya Bahasa
Muljana (dikutip Pradopo, 2005:93) menyatakan, “Gaya bahasa ialah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca”. Menurut Muda (2006:624), “Gaya bahasa adalah penggunaan kata-kata kiasan dan perbandingan yang tepat untuk meng-ungkapkan suatu maksud agar mem-bentuk pemilihan bahasa yang tepat”.
Berdasarkan pendapat-pendapat pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa atau majas adalah suatu sistem bahasa yang menggunakan kata-kata kiasan yang timbul dari hati seorang penulis untuk mengemukakan suatu maksud dengan cara menyamakan dengan sesuatu yang lain.
2.1.2 Jenis-Jenis Gaya Bahasa
Jenis gaya bahasa diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu: perbandingan, perulangan/penegasan, pertentangan dan pertautan.

1) Gaya Bahasa Perbandingan
a) Gaya Bahasa Personifikasi
Salsabila (2011:152) menyatakan, “Personifikasi adalah gaya bahasa yang membandingkan benda-benda tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat seperti manusia”. Waluyo (1995:85) menyatakan bahwa personifikasi adalah gaya bahasa yang mengkiaskan keadaan atau peristiwa yang dialami oleh manusia. Dalam hal ini benda mati dianggap sebagai manusia atau persona.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa personifikasi adalah gaya bahasa perbandingan yang membandingkan benda-benda tidak bernyawa dengan sifat insani persona atau manusia.
b) Gaya Bahasa Metafora
Becker (dikutip Pradopo, 2005:66) menjelaskan, “Metafora ini bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-kata pembanding, seperti bagai, laksana, seperti dan sebagainya”. Waluyo (1995:84) menyatakan, “Metafora adalah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan tersebut tidak disebutkaan. Jadi ungkapan itu langsung berupa kiasan”.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa metafora adalah gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua hal secara implisit yang menggunakan kata-kata yang bukan arti sesungguhnya, melainkan menggunakan kiasan langsung yang diungkapkan secara singkat dan padat serta tidak menggunakan kata-kata pembanding, seperti bagai, laksana, seperti dan sebagainya.
c) Gaya Bahasa Perumpamaan
Suroto (1989:115) mengemuka-kan, “Gaya bahasa perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan akan tetapi sengaja dianggap sama”. “Perumpamaan atau perbandingan epos (epic simile) ialah perbandingan yang dilanjutkan, atau diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat pembandingnya lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau frase-frase yang berturut-turut,” (Pradopo, 2005:69).
Dari pendapat para pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa perumpamaan adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang berbeda namun sengaja dianggap sama dengan cara melanjutkan dengan keadaan lain yang sejalan dengan sifat-sifat pembandingnya.


2) Gaya Bahasa Penegasan/Perulangan
a) Gaya Bahasa Pararelisme
Muda (2006:626) menjelaskan, “Gaya bahasa pararelisme adalah gaya bahasa penegasan yang sering sekali dipakai dalam puisi. Pararelisme terdiri dari anapora dan epipora.”
- Pararelisme Anapora
Muda (2006:626) mengemukakan bahwa anapora adalah gaya bahasa yang menempatkan kata atau kelompok kata yang sama di depan tiap-tiap larik dalam puisi secara berulang-ulang.
- Pararelisme Epipora/Epistrofa
“Epistrofa adalah sejenis majas (gaya bahasa) repetisi yang berupa pengulangan kata pada akhir baris atau akhir kalimat berurutan,” (Suroto, 1989:132).
b) Gaya Bahasa Tautologi/Tautotes
“Tautotes adalah majas (gaya bahasa) perulangan yang berupa pengulangan sebuah kata berkali-kali dalam sebuah kontruksi,” (Suroto, 1989:131). Muda (2006:627) menyatakan, “Tautologi adalah gaya bahasa penjelasan dengan kata berapa kali dalam sebuah kalimat”.
Berdasarkan pendapat para pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa tautologi/tautotes adalah gaya bahasa perulangan yang menjelaskan dengan kata berapa kali dalam sebuah kontruksi/kalimat.


c) Gaya Bahasa Antanaklasis
Salsabila (2011:156) menyatakan, “Antanaklasis adalah gaya bahasa yang mengandung ulangan kata yang sama dengan makna yang berbeda”. Suroto (1989:130) menyatakan, ”Antanaklasis adalah gaya bahasa yang mengandung pengulangan kata dengan makna yang berbeda”.
Dari pendapat para pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa antanaklasis adalah gaya bahasa yang mengandung pengulangan kata yang sama dengan makna yang berbeda.
d) Gaya Bahasa Enomerasio/Enume-
rasi
Menurut Muda (2006:628), “Enumerasio adalah gaya bahasa yang menyatakan atau menggambarkan suatu peristiwa secara lugas dan jelas”. Suroto (1989:133) menyatakan, “Enumerasi adalah sejenis gaya bahasa yang berupa ungkapan atau kalimat pendek-pendek dengan maksud agar terasa dinamis”.
Berdasarkan pengertian dari para pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahas enomerasio/enumerasi adalah gaya bahasa yang berupa ungkapan pendek untuk menyatakan suatu peristiwa secara lugas dan jelas dengan maksud agar terasa dinamis.
3) Gaya Bahasa Pertentangan
a) Gaya Bahasa Hiperbola
Salsabila (2011:154) menyatakan, “Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan dengan maksud untuk memperhebat kesan dan pengaruhnya”. Menurut Waluyo (1995:85), “Hiperbola adalah kiasan yang berlebih-lebihan”.
Berdasarkan pendapat para pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa hiperbola adalah gaya bahasa yang berupa kiasan yang berlebih-lebihan baik jumlah, ukuran, ataupun sifatnya.
b) Gaya Bahasa atau Majas Sinisme
Muda (2006:629) menyatakan, “Sinisme adalah gaya bahasa sindiran secara tidak langsung (lawan kata) mengungkapkan rasa tidak suka, disampaikan secara kasar”. Suroto (1989:125) menyatakan bahwa sinisme adalah sejenis majas (gaya bahasa) yang merupakan sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan atau ketulusan hati yang diutarakan seolah-olah memuji padahal untuk menyindir.
Berdasarkan pernyataan para pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa sinisme adalah gaya bahasa yang merupakan sindiran secara tidaak langsung (lawan kata) yang diutarakan secara kasar.
c) Gaya Bahasa atau Majas Paradoks
Suroto (1989:123) menyatakan, “Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada”. Muda (2006:628) menyatakan, “Paradoks adalah gaya bahasa yang hanya menampakan arti dengan objek yang sebenarnya”.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan fakta-fakta yang ada untuk menampakan arti dengan objek yang sebenarnya.
d) Gaya Bahasa atau Majas Antitesis
Muda (2006:628) menyatakan, “Antitesis adalah gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata yang berlawanan artinya dengan maksud sebagai penekanan pertentangan”. Suroto (1989:117) menyatakan, “Antitesis adalah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan yang dinyatakan dengan kata-kata yang berlawanan”.
Berdasarkan pendapat para pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa antitesis adalah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan dengan maksud sebagai penekanan pertentangan.
4) Gaya Bahasa Pertautan
a) Gaya Bahasa Sinekdoke
Suroto (1989:126) menyatakan, “Sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama keseluruhan atau sebaliknya”. Pradopo (1995:78) menyatakan, “Sinekdoki adalah bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting suatu benda (hal) untuk benda atau hal itu sendiri”.
Berdasarkan pernyataan dari beberapa pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan suatu bagian sebagai ganti nama keseluruhan atau sebaliknya.
- Sinekdoke pars prototo: sebagian untuk
seluruhnya.
- Sinekdoke totem pro parte: seluruh
untuk sebagian.
b) Gaya Bahasa Elipsis
Salsabila (2011:159) menyatakan, “Elipsis adalah gaya bahasa yang di dalamnya terdapat penghilangan kata atau bagian kalimat”. Suroto (1989:128) menyatakan, “Elipsis adalah gaya bahasa yang di dalamnya terdapat penanggalan atau penghilangan salah satu atau beberapa unsur penting dari suatu kontruksi sintaksis.
Berdasarkan pendapat para pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa atau majas elipsis adalah gaya bahasa yang di dalamnya terdapat penghilangan kata atau unsur penting dalam sintaksis.
e) Gaya Bahasa Inverse/Anastrof
Salsabila (2011:159) menyatakan, “Inverse adalah gaya bahasa yang dinyatakan oleh pengubahan susunan kalimat”. Suroto (1989:124) menyatakan, “Anostrof atau inversi adalah sejenis majas retoris yang diperoleh dengan membalikkan susunan kata dalam kalimat atau mengubah urutan unsur-unsur kontruksi sintaksis”.
Berdasarkan pendapat para pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahas inverse/anastrof adalah gaya bahasa yang diperoleh dengan membalikan susunan kata atau susunan kalimat.
2.1.3 Pengertian Sajak
Azhari (2011:30) menyatakan, “Rima (sajak) adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalisasi atau orkestrasi sehingga puisi menjadi menarik untuk dibaca”. Verly (2008:108) menyatakan, “Rima adalah persamaan bunyi pada akhir baris”.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sajak adalah pola estetika bahasa yang berdasarkan pengulangan bunyi suara dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi sehingga menarik untuk dibaca”.

2.1.4 Jenis-Jenis Sajak
Sajak dibedakan menjadi tiga klasifikasi, yaitu: sajak berdasarkan bunyinya, berdasarkan letak dalam baris dan berdasarkan letak dalam bait.

1) Sajak Berdasarkan Bunyinya
a) Sajak Sempurna/Mutlak
Amirin (2006:47) menyatakan bahwa sajak sempurna/mutlak adalah sajak yang terdapat pada kata akhir yang bunyi dan bentuknya sama dengan pola (aa/aaa/aaaa). Liberatus (1988:52) mengatakan, “Rima sempurna adalah rima yang terjadi bila seluruh suku akhir sama bunyinya.”
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sajak sempurna atau rima mutlak adalah rima yang terjadi bila suku kata akhir bunyi dan bentuknya sama dengan pola (aa/aaa/aaaa).
b) Sajak Asonansi/Paruh
Amirin (2006:47) menyatakan bahwa sajak paruh/asonansi adalah rima yang terdapat pada suku kata akhir yang bunyinya sama tetapi bentuk berbeda (pola rima: aa/aaa/aaaa). Liberatus (1988:52) menyatakan, “Asonansi adalah perulangan bunyi vokal dalam satu kata”.
Dari pernyataan pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa sajak asonansi adalah sajak yang terdapat pada kata akhir yang bunyinya sama karena disebabkan oleh perulangan bunyi vokal sama dalam satu kata.
c) Sajak atau Rima Aliterasi/Pangkal
Amirin (2006:47) menyatakan bahwa sajak aliterasi atau pangkal terdapat pada kata-kata dalam sebuah larik puisi yang diawali dengan fonem yang sama. Liberatus (1988:52) menyatakan, “Aliterasi adalah perulangan bunyi konsonan depan setiap kata secara berurutan”.
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sajak aliterasi/pangkal adalah sajak yang pada sebuah lariknya diawali oleh kata-kata dengan fonem konsonan yang sama.
.2) Sajak Berdasarkan Letaknya dalam
Baris
a) Sajak Depan/Awal
Amirin (2006:47) menyatakan bahwa sajak depan atau awal adalah rima yang terletak pada awal larik-larik puisi dalam satu bait. Liberatus (1988:52) menyatakan, “Rima depan terjadi bila kata pada permulaan baris sama”.
Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sajak depan/awal adalah sajak yang terjadi bila awal larik-larik puisi dalam satu bait sama.
b) Sajak Tengah
Amirin (2006:47) menyatakan bahwa sajak tengah adalah sajak yang terletak ditengah-tengah larik puisi. Liberatus (1988:52) menyatakan, “Rima tengah adalah rima yang bila kata atau suku kata di tengah baris suatu puisi sama”.
Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sajak tengah adalah sajak yang kata atau suku kata di tengah baris puisi terdapat kesamaan.
c) Sajak atau Rima Akhir
Amirin (2006:47) menyatakan bahwa sajak akhir adalah sajak yang terletak pada akhir larik-larik puisi. Liberatus (1988:52) menyatakan, “Rima akhir adalah rima yang terjadi bila perulangan kata terletak pada akhir baris”. Muda (2006:458) menyatakan, “Rima akhir adalah rima yang terdapat pada larik akhir sebuah sajak.”
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa sajak akhir adalah sajak yang di akhir setiap larik puisi mengalami pengulangan kata.
3) Sajak Berdasarkan Letaknya pada
Bait
a) Sajak Silang
Amirin (2006:47) menyatakan bahwa sajak silang adalah sajak yang memiliki bunyi yang sama secara bersilang, dengan pola aa/aaa/aaaa. Liberatus (1988:55) menyatakan, “Rima silang adalah rima yang bila baris pertama berirama dengan baris ketiga dan baris kedua berima dengan baris keempat”.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sajak atau rima silang adalah sajak yang mempunyai bunyi bersilang antara baris pertama dan ketiga, serta baris kedua dan keempat (pola abab).
b) Sajak Berpeluk/Genggang/Bertaut
“Rima berpeluk adalah rima yang bila baris pertama berima dengan baris keempat, dan baris kedua berima dengan baris ketiga,” (Liberatus, 1988:55). Muda (2006:458) menjelaskan bahwa rima berpeluk adalah rima akhir pada bait berlarik genap, yang larik pertamanya berima dengan larik keempat dan larik keduanya berima dengan larik ketiga.
Berdasarkan pengertian dari pakar-pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa sajak atau rima berpeluk adalah rima yang berbait genap dan terjadi persamaan pada larik pertama dan keempat serta larik kedua dan ketiga (pola abba).
c) Sajak Sama/Terus/Rangkai/Lurus
Amirin (2006:47) menyatakan bahwa sajak sama adalah rima yang terletak pada akhir larik-larik puisi. Liberatus (1988:56), “Rima terus adalah rima yang bila baris terakhir puisi itu seluruhnya memiliki rima yang sama”.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa sajak atau rima sama/terus/rangkai/lurus adalah sajak atau rima yang terletak pada akhir larik-larik puisi yang semuanya sama (pola aa/aaa/aaaa).
d) Sajak Berpasangan/Kembar
Amirin (2006:47) menyatakan bahwa sajak berpasangan adalah sajak yang bunyinya sama dan berjumlah sepasang-sepasang. Liberatus (1988:56), “Rima berpasangan adalah yang bila baris yang berima itu berpasang-pasangan”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sajak berpasangan adalah sajak yang bunyi sama dan berjumlah berpasangan (pola aabb).
e) Sajak atau Rima Patah/Putus
Amirin (2006:47) menyatakan bahwa sajak atau rima patah/putus adalah sajak yang berpola abcde. Liberatus (1988: 56), “Rima patah adalah rima yang bila salah satu baris tidak mengikuti rima baris lainnya dalam satu bait”.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa rima patah/putus adalah rima yang yang salah satunya atau semua kata akhirnya tidak sama (pola abcde).
2.2 Kajian Terdahulu yang Relevan
Penelitian ini berjudul, “Analisis Jenis Gaya Bahasa dan Persajakan pada Syair Lagu-Lagu Afgan dalam Album Conffension No.1”. Penelitian serupa tentang gaya bahasa juga pernah diteliti oleh Fera Yunita Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Palembang pada tahun 2008 dengan judul, “Gaya Bahasa dalam Syair-Syair Lagu Letto”.

PROSEDUR PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional Istilah
Analisis adalah kegiatan memecahkan suatu permasalahan dengan melakukan pengamatan tentang suatu objek yang kemudian mencoba untuk menemukan suatu hasil dari pengamatan tersebut. Gaya bahasa atau majas adalah suatu sistem bahasa yang menggunakan kata-kata kiasan yang timbul dari hati seorang penulis untuk mengemukakan suatu maksud dengan cara menyamakan dengan sesuatu yang lain. Sajak atau rima adalah pola estetika bahasa yang berdasarkan pengulangan bunyi suara dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi sehingga menarik untuk dibaca.
Berdasarkan dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa “Analisis Gaya Bahasa dan Persajakan pada Syair Lagu-Lagu Afgan dalam Album Conffension No.1” adalah kegiatan dalam bentuk pengamatan yang mencoba untuk menemukan jenis rangkaian sistem bahasa yang mengandung kata-kata kiasan serta pengulangan bunyi yang terjadi pada syair lagu-lagu Afgan dalam album Conffension No.1.
3.2 Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini menggunakan situs media MP3 lagu-lagu Afgan dalam album Conffension No.1 pada tahun 2008 produksi Wannab Music Production dan dipasarkan oleh Sony BMG Indonesia yang berjumlah tiga belas lagu.
Berdasarkan tinjauan awal yang dilakukan penulis dari tiga belas lagu pada album Conffension No.1, maka penulis hanya akan menganalisis sebanyak sepuluh lagu saja, yaitu sebagai berikut.1) Tanpa Batas Waktu; 2) Terima Kasih cinta; 3) Klise; 4) Entah;
5) Hanya Ada Satu; 6) Betapa Ku Cinta Padamu; 7) Sadis; 8) Shanty Lussy;
9) Hilang rasa dan 10) Biru

3.3 Metode Penelitian
“Metode adalah suatu cara utama yang dilakukan atau dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan,” Arikunto (dikutip Mardiana, 2006:19). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. “Metode deskriptif analisis adalah metode yang membicarakan beberapa kemungkinan untuk memecahkan masalah aktual dengan jalan mengumpulkan data, menyusun atau mengklasifikasikan, menganalisis, dan menginterpretasikannya”.
3.4 Pendekatan
Semi (2001:19) menyatakan, “Pendekatan adalah asumsi atau suatu anggapan dasar yang dijadikan pegangan dalam memandang suatu objek atau pola pikir dalam perumusan dasar-dasar teoretis suatu penelitian”. Adapun pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan stilistika.
. Semi (2001:81) menyatakan bahwa pendekatan stilistika adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa bahasa mempunyai tugas penting dalam kehadiran karya sastra. Pendekatan ini menitikberatkan kepada pemakaian kebahasaan yang kreatif dan merupakan hasil ekspresi gagasan penulis. Tujuan melakukan pendekatan stilistika dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mendeskripsikan gaya bahasa dan persajakan pada syair lagu-lagu Afgan dalam album Conffension No.1.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis karya. Suroto (dikutip Yunita, 2008:14) menyatakan, “Teknik analisis karya adalah suatu penyelidikan dengan mengadakan penelitian atau penganalisisan dari hasil karya seseorang”.
Langkah-langkah kerja yang dilakukan untuk menganalisis data dengan menggunakan teknik analisis karya adalah sebagai berikut.
1) Memberi nomor pada setiap larik syair lagu secara berurutan yang diletakkan diujung setiap larik syair lagu.
2) Mengindentifikasi jenis gaya bahasa dan persajakan yang terdapat dalam setiap larik syair lagu.
3) Mengklasifikasikan jenis gaya bahasa dan persajakan yang telah diidentifikasi pada setiap larik/baris dalam setiap lagu.
4) Mendeskripsikan hasil analisis tentang jenis gaya bahasa dan persajakan yang telah diklasifikasikan.
5) Membuat rekapitulasi dan menghitung jumlah jenis gaya bahasa dan persajakan dalam album tersebut agar diketahui gaya bahasa dan persajakan apa yang dominan pada syair lagu-lagu Afgan dalam album Conffension No.1.
6) Membuat kesimpulan dari hasil yang telah diketahui berupa gaya bahasa dan persajakan apa yang dominan pada syair lagu Afgan dalam album Conffension No.1.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Deskripsi Data
4.1.1.1 Lagu “Tanpa Batas Waktu”

Tanpa Batas Waktu

Bukan sekali, aku alami (1)
Getaranmu menyentuhku (2)
Tidak berhenti, mencari-cari (3)
Untuk bisa milikimu (4)
Mencoba bisa melawan (5)
Tetapi semakin tertawan (6)

Ku jatuh cinta, jatuh untuk
kesekian kalinya (7)
Cintai kamu (8)
Terlanjur cinta, terlanjur aku
inginkan cinta (9)
Tergila-gila memuja (10)
Tanpa batas waktu (11)
Dulu pergi (12)
Mencoba lari (13)
Ku terhenti (14)
Menghapusmu (15)
Tak ku mengerti (16)
Terjadi lagi (17)
Ku bisa milikimu (18)
Mencoba bisa melawan (19)
Tetapi semakin tertawan (20)


1) Deskripsi Data Gaya Bahasa Lagu
“Tanpa Batas Waktu”
Dalam lagu “Tanpa Batas Waktu” terdapat enam jenis gaya bahasa, yaitu sebagai berikut.
a) Gaya Bahasa Tautologi/Tautotes
Gaya bahasa tautologi/tautotes ditemukan dalam penggalan syair: Ku jatuh cinta, jatuh untuk kesekian kalinya; Terlanjur cinta, terlanjur aku inginkan cinta.
Penggalan syair lagu di atas mempergunakan makna yang diulang-ulang dalam sebuah kalimat.

b) Gaya Bahasa Enomerasio/Enumera-
si
Gaya bahasa enomerasio/ enumerasi ditemukan dalam penggalan syair: Ku jatuh cinta, jatuh untuk kesekian kalinya.
Penggalan syair lagu di atas memberikan penjelasan secara detil sehingga mudah terdeskripsi oleh pendengar/pembaca.

c) Gaya Bahasa Hiperbola
Gaya bahasa hiperbola ditemukan dalam penggalan syair: Tergila-gila memuja.
Penggalan syair lagu di atas, terkesan berlebih-lebihan.
d) Gaya Bahasa Antitesis
Gaya bahasa antitesis ditemukan dalam penggalan syair lagu: Mencoba bisa melawan, tetapi semakin tertawan.
Penggalan syair lagu di atas, mempunyai gagasan yang bertentangan.
e) Gaya Bahasa Elipsis
Gaya bahasa elipsis ditemukan dalam penggalan syair lagu: Tidak berhenti, mencari-cari; Mencoba bisa melawan dan Cintai kamu.
Penggalan syair lagu di atas, terdapat penghilangkan fungsi subjek.
f) Gaya Bahasa Inverse/Anastrof
Gaya bahasa inverse/anastrof ditemukan dalam penggalan syair lagu: Terlanjur cinta, terlanjur aku inginkan cinta; (16) “Tak ku mengerti” (16)
Penggalan syair lagu di atas, terjadi pertukaran antara fungsi subjek dan predikat.
2) Deskripsi Data Persajakan dalam
Lagu “Tanpa Batas Waktu”
Dalam lagu “Tanpa Batas Waktu” terdapat enam jenis sajak, yaitu sebagai berikut.
a) Sajak Asonansi/Paruh
Sajak asonansi/paruh ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Mencoba bisa melawan (5)
Tetapi semakin tertawan (6)
Penggalan syair lagu di atas, mempunyai perulangan bunyi paruh vokal yang sama, yaitu: /e/, /a/ dan /a/.
b) Sajak Aliterasi/Pangkal
Sajak aliterasi/pangkal ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Terlanjur cinta, terlanjur aku inginkan cinta (9)
Tergila-gila memuja (10)
Tanpa batas waktu (11)
Penggalan syair lagu nomor di atas, diawali oleh konsonan /t/.
c) Sajak Tengah
Sajak tengah ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Untuk bisa memilikimu (4)
Mencoba bisa melawan (5)
Penggalan syair lagu di atas, terdapat kata “bisa” yang sama-sama terletak di tengah kalimat.
d) Sajak Akhir
Sajak akhir ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Mencoba bisa melawan (5)
Tetapi semakin tertawan (6)
Penggalan syair lagu di atas, sama-sama mendapatkan akhiran suku kata “wan”.
e) Sajak Silang
Sajak silang ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Bukan sekali, aku alami (1)
Getaranmu menyentuhku (2)
Tidak berhenti. mencari-cari (3)
Untuk bisa milikimu (4)
Penggalan syair lagu di atas, memiliki pola abab.


f) Sajak Berpeluk/Genggang/Bertaut
Sajak atau rima berpeluk/ genggang/bertaut ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Menghapusmu (15)
Tak ku mengerti (16)
Terjadi lagi (17)
Ku bisa milikimu (18)
Penggalan syair lagu memiliki pola abba.

4.1.1.2 Deskripsi Data Lagu “Terima
Kasih Cinta”

Terima Kasih Cinta

Tersadar di dalam sepiku (1)
Setelah jauh melangkah (2)
Cahaya kasihmu menuntunku (3)
Kembali dalam dekap
tanganmu(4)

Terima kasih cinta untuk
segalanya (5)
Kau berikan lagi kesempatan
itu(6)
Tak akan terulang lagi (7)
Semua kesalahanku yang pernah
menyakitimu (8)

Tanpamu tiada berarti (9)
Tak mampu lagi berdiri (10)
Cahaya kasihmu menuntunku
(11)
Kembali dalam dekapan
tanganmu (12)

1) Deskripsi Data Gaya Bahasa dalam
Lagu “Terima Kasih Cinta”
Dalam lagu “Terima Kasih Cinta”, terdapat enam gaya bahasa, yaitu sebagai berikut.
a) Gaya Bahasa Metafora
Gaya bahasa metafora ditemukan dalam penggalan syair lagu: Cahaya kasihmu menuntunku dan (4) Kembali dalam dekap tanganmu.
Penggalan syair lagu di atas, mengandung kiasan langsung yang sebanding dengan makna lain.
b) Gaya Bahasa Hiperbola
Gaya bahasa hiperbola ditemukan pada penggalan syair lagu: Tanpamu tiada berarti.
Penggalan syair lagu di atas, mengandung makna yang berlebih-lebihan.
c) Gaya Bahasa Sinekdoke Totem Pro
Parte
Gaya bahasa sinekdoke totem pro parte ditemukan dalam penggalan syair lagu: Terima kasih cinta untuk segalanya dan Semua kesalahanku yang pernah menyakitimu.
Penggalan syair lagu di atas, menyatakan seluruh namun makna yang dirujuk adalah sebagian.

d) Gaya Bahasa Elipsis
Gaya bahasa elipsis ditemukan dalam penggalan syair lagu: Tersadar di dalam sepiku.
Penggalan syair lagu di atas, terdapat penghilangan unsur subjek.
2) Deskripsi Data Persajakan dalam
Syair Lagu “Terima Kasih Cinta”
Dalam lagu “Terima Kasih Cinta”, terdapat enam gaya bahasa, yaitu sebagai berikut.
a) Sajak Aliterasi/Pangkal
Sajak aliterasi/pangkal ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Tanpamu tiada berarti (9)
Tak mampu lagi berdiri (10)
Penggalan syair lagu di atas, sama-sama diawali oleh konsonan /t/.
b) Sajak Sama/Terus/Rangkai/Lurus
Sajak sama/terus/rangkai/lurus di-temukan dalam penggalan syair lagu:
Cahaya kasihmu menuntunku (3)
Kembali dalam dekap tanganmu (4)
Penggalan syair lagu di atas, sama-sama diakhiri dengan vokal /u/ yang berarti mempunyai sajak yang dapat disimbolkan dengan pola aa.
c) Sajak Berpasangan/Kembar
Sajak atau rima berpasangan/ kembar ditemukan dalam syair lagu:
Tanpamu tiada berarti (9)
Tak mampu lagi berdiri (10)
Cahaya kasihmu menuntunku (11)
Kembali dalam dekapan
tanganmu (12)
Penggalan syair lagu di atas, diakhiri vokal /i/, /i/, /u/, /u/, dan disimbolkan dengan pola aabb.

d) Sajak Patah/Putus
Sajak patah/putus ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Terima kasih cinta untuk segala-
nya(5)
Kau berikan lagi kesempatan itu(6)
Tak akan terulang lagi (7)
Penggalan syair lagu di atas, diakhiri dengan vokal /a/, /u/, dan /i/. Karena ketiga vokal akhir penggalan syair berbeda semua, maka disimbolkan dengan pola abc.

4.1.1.3 Deskripsi Data Syair Lagu
Afgan “Klise” dalam Album
Conffension No.1

Klise

Ceritakanlah apa saja (1)
Ciptakan alasan berbeda (2)
Tapi tak buat diriku suka (3)
Mungkin karena tersimpan dusta
(4)

Sudah bosan klise, klise semua
(5)
Tak bosan-bosan, buat klise
lainnya (6)
Cari saja orang yang mau terima
gayamu (7)
Tapi bukan aku orangnya.... (8)

Semula ku diamkan saja (9)
Menunggu tanda kau berubah
(10)
Tapi lama-lama bisa gila (11)
Tak jelas lagi mana yang bukan
dusta (12)
1) Deskripsi Data Gaya Bahasa dalam
Syair Lagu “Klise”
Dalam lagu “Klise”, terdapat lima jenis gaya bahasa, yaitu sebagai berikut.
a) Gaya Bahasa atau Majas Tautologi/
Tautotes
Dalam syair lagu “Klise” di atas, gaya bahasa atau majas tautologi/tautotes ditemukan dalam penggalan syair lagu nomor (5) Sudah bosan klise, klise semua.
Penggalan syair lagu di atas, terjadi pengulangan kata sebanyak dua kali pada satu kalimat.
b) Gaya Bahasa Hiperbola
Gaya bahasa hiperbola ditemukan dalam penggalan syair lagu: Menunggu tanda kau berubah, tapi lama-lama bisa gila.
Penggalan syair lagu di atas, dianggap terlalu berlebih-lebihan karena menunggu seseorang menyebabkan gila.
c) Gaya Bahasa Paradoks
Gaya bahasa paradoks ditemukan dalam penggalan lagu: Ciptakan alasan berbeda, tapi tak buat diriku suka.
Penggalan syair lagu di atas, terdapat hubungan pertentangan dengan objek yang sebenar-benarnya dirasakan seorang penulis lagu tersebut.
d) Gaya Bahasa Elipsis
Gaya bahasa elipsis ditemukan dalam penggalan syair lagu: Menunggu tanda kau berubah dan tapi lama-lama bisa gila.
Penggalan syair lagu di atas, terjadi penghilangan subjek.
e) Gaya Bahasa Inverse/Anastrof
Gaya bahasa inverse/anastrof ditemukan dalam penggalan syair lagu: Semula ku diamkan saja.
Penggalan syair lagu di atas, bila dianalisis berdasarkan fungsi sintaksis, kalimat tersebut mengalami susun balik antara keterangan yang terletak di awal kalimat yang semestinya berada di akhir kalimat.
2) Deskripsi Data Persajakan dalam
Syair Lagu “Klise”
Dalam lagu “Tanpa Batas Waktu”, terdapat tiga jenis sajak, yaitu sebagai berikut.
a) Sajak Aliterasi/Pangkal
Sajak aliterasi/pangkal ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Ceritakanlah apa saja (1)
Ciptakan alasan berbeda (2)
Penggalan syair lagu di atas, sama-sama diawali oleh konsonan /c/ di awal larik.
b) Sajak Depan/Awal
Sajak atau rima depan/awal ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Sudah bosan klise, klise semua (5)
Tak bosan-bosan, buat klise lainnya (6)
Penggalan syair lagu di atas, terdapat kata “bosan”. Karena terletak di awal, maka disebut dengan sajak atau rima depan/awal.

c) Sajak atau Rima Sama/Terus/
Rangkai/Lurus
Sajak atau rima sama/terus/ rangkai/lurus ditemukan dalam penggalan syair lagu:
. Ceritakanlah apa saja (1)
Ciptakan alasan berbeda (2)
Tapi tak buat diriku suka (3)
Mungkin karena tersimpan dusta
(4)
Penggalan syair lagu di atas, sama-sama diakhiri dengan vokal /a/ yang berarti mempunyai sajak yang disim-bolkan dengan pola aaaa.
4.1.1.4 Deskripsi Data Syair Lagu
Afgan “Entah” dalam Album
Conffension No.1

Entah
Ku tahu, kau selingkuh (1)
Kau duakan cintaku yang tulus
(2)
Kau tahu, diriku (3)
Tak pernah berpaling dari
dirimu (4)
Teganya kau dustai semua (5)
Janji kita berdua (6)

Entah masihkah ada cinta
di hatiku, untukmu? (7)
Entah kapankah ku dapat membuka hati ini, untukmu? (8)

Tak pernah ku bayangkan (9)
Cerita kita berakhir begini (10)
Teganya kau dustai semua (11)
Janji kita berdua (12)

Entah masihkah ada cinta di hatiku, untukmu? (13)
Entah kapankah ku dapat
membuka hati ini, untukmu? (14)

Masihkah ada (15)
Cinta di hati ini (16)
Di hati kecilku berharap kau masih bagian dari hidupku (17)

1) Deskripsi Data Gaya Bahasa Syair
Lagu “Entah”
Dalam lagu “Entah”, terdapat tujuh gaya bahasa, yaitu sebagai berikut.
a) Gaya Bahasa Metafora
Gaya bahasa metafora ditemukan dalam penggalan syair lagu: Entah kapankah ku dapat membuka hati ini, untukmu? dan Di hati kecilku berharap kau masih bagian dari hidupku.
Dalam penggalan syair lagu di atas, menggunakan kata-kata kias yang tidak mempergunakan unsur pembanding.

b) Gaya Bahasa Pararelisme Anapora
Gaya bahasa pararelisme anapora ditemukan dalam penggalan syair lagu: Kau duakan cintaku yang tulus; Kau tahu, diriku; Entah masihkah ada cinta di hatiku, untukmu?; Entah kapankah ku dapat membuka hati ini, untukmu?.
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat kata-kata yang diulang di awal kalimat pada larik yang berbeda.
c) Gaya Bahasa Pararelisme Epipora/
Epistrofa
Gaya bahasa pararelisme epipora/ epistrofa ditemukan dalam penggalan syair lagu: Entah masihkah ada cinta dihatiku, untukmu?; (8) Entah kapankah ku dapat membuka hati ini, untukmu?.
Penggalan syair lagu di atas, terdapat kata-kata yang diulang di akhir kalimat pada larik yang berbeda.
d) Gaya Bahasa Enomerasio/Enume-
rasi
Gaya bahasa enomerasio/ enumerasi ditemukan dalam penggalan syair lagu: Cerita kita berakhir begini.
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat sebuah peristiwa cerita kehidupan cerita yang dijelaskan berakhir secara detil.
e) Gaya Bahasa Sinekdoke Totem
Proparte
Gaya bahasa sinekdoke totem proparte terdapat pada penggalan syair lagu: Teganya kau dustai semua.
Penggalan syair lagu di atas, kata “semua” seakan menyatakan segalanya itu telah didustai. Padahal, hanya beberapa hal saja yang dimaksudkan telah didustai oleh penulis lagu tersebut.
f) Gaya Bahasa Sinekdoke Pars
Prototo
Gaya bahasa sinekdoke pars prototo terdapat dalam penggalan syair lagu: Di hati kecilku berharap kau masih bagian dari hidupku.
Penggalan syair lagu di atas, hanya menyebutkan hati kecilnya saja, Namun, yang dimaksud adalah segenap jiwa.
g) Gaya Bahasa Inverse/Anastrof
Gaya bahasa inverse/anastrof terdapat dalam penggalan syair lagu: Tak pernah ku bayangkan.
Dalam penggalan syair lagu di atas, terjadi pertukaran susunan fungsi sintaksis.
2) Deskripsi Data Persajakan dalam
Syair Lagu “Entah”
Dalam lagu “Entah”, terdapat lima jenis sajak, yaitu sebagai berikut.
a) Sajak Sempurna/Mutlak
Sajak sempurna/mutlak ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Entah masihkah ada cinta di
hatiku, untukmu? (13)
Entah kapankah ku dapat
membuka hati ini, untukmu?(14)
Dalam penggalan syair lagu di atas, sama-sama diakhiri oleh kata yang sama dan berpola aa
.
b) Sajak Aliterasi/Pangkal
Sajak aliterasi/pangkal ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Tak pernah berpaling dari
dirimu” (4)
Teganya kau dustai semua (5)
Penggalan syair lagu di atas, diawali oleh konsonan /t/.
c) Sajak Depan/Awal
Sajak depan/awal ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Entah masihkah ada cinta di
hatiku, untukmu? (13)
Entah kapankah ku dapat
membuka hati ini, untukmu? (14)
Dalam penggalan syair lagu di atas, sama-sama diawali oleh kata yang sama, yaitu: kata “entah”.
d) Sajak Berpasangan/Kembar
Sajak depan/awal ditemukan da-lam penggalan syair lagu:
Kau tahu, diriku (3)
Tak pernah berpaling dari
dirimu (4)
Teganya kau dustai semua (5)
Janji kita berdua (6)
Dalam penggalan syair lagu di atas, secara berurut diakhiri vokal /u/ yang juga dapat disimbolkan dengan sajak (a). Sehingga, susunan pola sajak lagu di atas berpola aabb.

e) Sajak Patah/Putus
Sajak patah/putus ditemukan da-lam penggalan syair lagu:
Masihkah ada (15)
Cinta di hati ini (16)
Di hati kecilku berharap kau
masih bagian dari hidupku (17)
Dalam penggalan syair lagu di atas, secara berurutan diakhiri oleh vokal /a/, /i/, dan /u/. Karena ketiga vokal akhir tersebut beda, maka penggalan syair lagu di atas mempunyai pola abc.
4.1.1.5 Deskripsi Data Lagu “Hanya
Ada Satu”
Hanya Ada Satu
Tahukah kau apa yang aku
rasakan (1)
Aku takut kehilanganmu oh
sayang (2)
Perasaaan ini selalu saja ada (3)
Selalu datang (4)

Setiap detik waktu dalam
hidupku (5)
Kan ku coba membahagiakan
dirimu (6)
Hapuslah resahmu (7)
Peluklah diriku (8)
Kekasihku (9)
Hanya ada satu sayang di hatiku
(10)
Hanya ada satu cinta di hatiku
(11)
Hanya ada satu rindu di hatiku
(12)
Akan ku persembahkan
hanyalah untukmu seorang (13)
Oohoouu...yeeiii.... (14)

Setiap detik waktu dalam
hidupku (15)
Kan ku coba membahagiakan
dirimu (16)
Hapuslah resahmu (17)
Peluklah diriku (18)
Kekasihku (19)

1) Deskripsi Data Gaya Bahasa dalam
Syair Lagu “Hanya Ada Satu”
Dalam lagu “Hanya Ada Satu”, terdapat enam jenis gaya bahasa, yaitu sebagai berikut:
a) Gaya Bahasa Metafora
Gaya bahasa metafora ditemukan dalam penggalan syair lagu: Setiap detik waktu dalam hidupku.
Dalam penggalan syair lagu di atas, mengandung ungkapan kias yang tidak mempergunakan unsur pembanding.
b) Gaya Bahasa Pararelisme Anapora
Gaya bahasa pararelisme anapora ditemukan dalam penggalan syair lagu: Hanya ada satu sayang di hatiku; Hanya ada satu cinta di hatiku dan Hanya ada satu rindu di hatiku.
Penggalan syair lagu di atas, frasa ”hanya ada satu” diulang sebanyak tiga kali di awal setiap larik penggalan syair lagu tersebut.
c) Gaya Bahasa Epipora/Epistrofa
Gaya bahasa pararelisme epipora/ epistrofa ditemukan dalam penggalan syair lagu nomor Hanya ada satu sayang di hatiku; Hanya ada satu cinta di hatiku dan Hanya ada satu rindu di hatiku.
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat frasa ”di hatiku” yang diulang sebanyak tiga kali di akhir setiap larik penggalan syair lagu tersebut.
d) Gaya Bahasa Hiperbola
Gaya bahasa hiperbola ditemukan dalam penggalan syair lagu: Aku takut kehilanganmu oh sayang.
Penggalan syair lagu di atas, dinyatakan bahwa ada seseorang yang sampai ketakutan apabila kehilangan kekasih hati yang dipujanya. Hal ini dianggap amat berlebih-lebihan.
e) Gaya Bahasa Elipsis
Gaya bahasa elipsis ditemukan dalam penggalan syair lagu: Selalu datang.
Dalam penggalan syair lagu di atas, terjadi penghilangan fungsi subjek.
f) Gaya Bahasa Inverse/Anastrof
Gaya bahasa inverse/anastrof di-temukan dalam penggalan syair lagu: Kan ku coba membahagiakan dirimu; dan Akan ku persembahkan hanyalah untukmu seorang.
Penggalan syair lagu di atas, terjadi pertukaran posisi fungsi predikat dan subjek.
2) Deskripsi Data Persajakan dalam
Syair Lagu “Hanya Ada Satu”
Dalam lagu “Hanya Ada Satu”, ditemukan ada empat jenis sajak, yaitu sebagai berikut.

a) Sajak Sempurna/Mutlak
Sajak sempurna/mutlak ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Hanya ada satu sayang di hatiku (10)
Hanya ada satu cinta di hatiku (11)
Hanya ada satu rindu di hatiku (12)
Dalam penggalan syair lagu di atas, diakhiri oleh kata-kata “dihatiku” yang semua bentuk dan bunyinya sama.
b) Sajak Depan/Awal
Sajak depan/awal ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Hanya ada satu sayang di hatiku (10)
Hanya ada satu cinta di hatiku (11)
Hanya ada satu rindu di hatiku (12)
Dalam penggalan syair lagu di atas, diawali oleh frasa “hanya ada satu” yang semua bentuk dan bunyinya sama.

c) Sajak Sama/Terus/Rangkai/Lurus
Sajak sama/terus/rangkai/lurus dite-mukan dalam penggalan syair lagu:
Setiap detik waktu dalam
hidupku (5)
Kan ku coba membahagiakan
dirimu (6)
Hapuslah resahmu (7)
Peluklah diriku (8)
Kekasihku (9)
Dalam penggalan syair lagu di atas, setiap larik diakhiri oleh vokal /u/ dan disimbolkan dengan sajak aaaaa.



d) Sajak Patah/Putus
Sajak patah/putus ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Tahukah kau apa yang aku
rasakan (1)
Aku takut kehilanganmu oh
sayang (2)
Perasaan ini selalu saja ada (3)
Dalam penggalan syair lagu di atas, diakhiri dengan konsonan /n/, /g/ dan vokal /a/. Karena semua sajak yang terletak diakhir setiap larik itu berbeda, maka berpola abc.
4.1.1.6 Deskripsi Data Lagu “Betapa
Aku Cinta Padamu”
Betapa Aku Cinta Padamu
Di hati ini (1)
Hanya Dirimu (2)
Yang aku sayang, yang aku rindu
(3)
Setiap saat (4)
Setiap waktu (5)
Ku ingin engkau selalu ada di
sisiku (6)

Izinkan aku kecup keningmu (7)
Izinkan aku peluk dirimu (8)
Izinkan aku hadir di dalam
mimpimu (9)
Betapa aku cinta padamu (10)
Betapa aku aku ingin dirimu (11)
Yang kan menjadi bagian dari
hidupku (12)
Oh.. kasih... (13)

1) Deskripsi Data Gaya Bahasa Lagu
“Betapa Aku Cinta Padamu”
Dalam lagu “Betapa Aku Cinta Padamu”, terdapat tiga jenis gaya bahasa, yaitu sebagai berikut.
a) Gaya Bahasa Pararelisme Anapora
Gaya bahasa pararelisme anapora ditemukan dalam penggalan syair lagu: Setiap saat, Setiap waktu.
Penggalan syair lagu di atas, sama-sama ditemukan perulangan kata “setiap” di awal larik syair lagu.

b) Gaya Bahasa Tautologi/Tautotes
Gaya bahasa atau majas tautologi/tautotes ditemukan dalam penggalan syair lagu: Yang aku sayang, yang aku rindu.
Dalam penggalan syair lagu di atas, terjadi perulangan frasa “yang aku” sebanyak dua kali dalam sebuah kontruksi kalimat.
c) Gaya Bahasa Hiperbola
Gaya bahasa hiperbola ditemukan dalam penggalan syair lagu: Izinkan aku hadir di dalam mimpimu.
Dalam penggalan syair lagu di atas, dijelaskan seseorang dapat datang/hadir dengan sengajanya di dalam mimpi seseorang yang jelas-jelas bersifat abstrak. Hal demikianlah dianggap amat berlebih-lebihan.




2) Analisis Persajakan dalam Syair
Lagu “Betapa Aku Cinta Padamu”
Dalam lagu “Betapa Aku Cinta Padamu”, terdapat tiga jenis sajak, yaitu sebagai berikut.
a) Sajak Aliterasi/Pangkal
Sajak atau rima aliterasi/pangkal ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Setiap saat (4)
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdiri dari sebuah frasa yang mempunyai dua kata, yaitu: kata “setiap” dan “saat”. Kedua kata tersebut diawali oleh konsonan yang sama, yakni: konsonan /s/ yang terletak pada satu larik.
b) Sajak Depan/Awal
Sajak depan/awal ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Setiap saat (4)
Setiap waktu (5)
Dalam penggalan syair lagu nomor (4) dan (5), sama-sama ditemukan perulangan kata “setiap” yang terletak di awal larik penggalan syair lagu tersebut.
c) Sajak Sama/Terus/Rangkai/Lurus
Sajak sama/terus/rangkai/lurus di-temukan dalam penggalan syair lagu
Hanya dirimu (2)
Yang aku sayang, yang aku
rindu (3)
Dalam penggalan syair lagu di atas, sama-sama diakhiri oleh vokal /u/. Dan berpola aa/aaaa.

4.1.1.7 Deskripsi Data Syair Lagu
“Sadis”
Sadis
Terlalu sadis caramu (1)
Menjadikan diriku (2)
Pelampiasan cintamu (3)
Agar dia kembali padamu (4)
Tanpa perduli sakitnya aku (5)

Tega niannya caramu (6)
Menyingkirkan diriku (7)
Dari percintaan ini (8)
Agar dia kembali padamu (9)
Tanpa perduli sakitnya aku (10)

Semoga Tuhan membalas semua yang terjadi (11)
Kepadaku suatu saat nanti (12)
Hingga kau sadari sesungguhnya yang kau punya (13)
Hanya aku tempatmu kembali
(14)
Sebagai cintamu (15)

Hanya aku tempatmu kembali
(16)
1) Deskripsi Data Gaya Bahasa dalam
Syair Lagu “Sadis”
Dalam lagu “Sadis”, terdapat tiga jenis gaya bahasa, yaitu sebagai berikut.
a) Gaya Bahasa Metafora
Gaya bahasa metafora ditemukan dalam penggalan syair lagu: Pelampiasan cintamu.
Dalam penggalan syair lagu nomor di atas, frasa “pelampiasan cintamu” merupakan istilah pembanding lain untuk kata tempat pelarian yang berarti seseorang yang hanya dicintai agar dapat dimanfaatkan
b) Gaya Bahasa Sinisme
Gaya bahasa sinisme ditemukan dalam penggalan syair lagu, terlalu sadis caramu dan tega niannya caramu.
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat makna-makna menyindir secara langsung dan kasar.
c) Gaya Bahasa Elipsis
Gaya bahasa elipsis ditemukan dalam penggalan syair lagu nomor (5), tanpa peduli sakitnya aku dan menyingkirkan diriku.
Dalam penggalan syair lagu di atas, terjadi penghilangan unsur subjek.
2) Analisis Persajakan dalam Syair
Lagu “Sadis”
Dalam lagu “Sadis”, terdapat tiga jenis sajak, yaitu sebagai berikut.
a) Sajak Aliterasi/Pangkal
Sajak aliterasi/pangkal ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Hingga kau sadari... (13)
Hanya aku tempatmu … (14)
Dalam penggalan syair lagu di atas, sama-sama diawali dengan konsonan /h/.

b) Sajak Sama/Terus/Rangkai/Lurus
Sajak atau rima sama/terus/ rangkai/lurus ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Terlalu sadis caramu (1)
Menjadikan diriku (2)
Pelampiasan cintamu (3)
Agar dia kembali padamu (4)
Tanpa perduli sakitnya aku (5)
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat rangkaian huruf vokal /u/ yang sama di setiap akhir larik penggalan syair lagu tersebut dan berpola aa/aaaaa.
c) Sajak Patah/Putus
Sajak atau rima patah/putus ditemukan dalam pasangan penggalan syair lagu:
Hingga kau sadari sesungguhnya
yang kau punya (13)
Hanya aku tempatmu kembali
(14)
Sebagai cintamu (15)
Dalam penggalan syair lagu di atas, secara berurutan diakhiri dengan tiga vokal yang berbeda, yaitu: vokal /a/, /i/ dan /u/ dan disimbolkan dengan pola abc.

4.1.1.8 Deskripsi Data Lagu “Shanty
Lussy”
Shanty Lussy
Andaikan engkau tahu yang ku
rasakan (1)
Di dalam hati ini (2)
Setiap waktu (3)
Rasa sayang aku padamu,
tumbuh bersemi (4)
Sentuhlah aku dengan belai
manjamu (5)
Tak usah engkau ragu (6)
Bawalah aku, dalam mimpi-
mimpi indahmu (7)
Biar abadi cinta di hati (8)

Shanty Lussy, kau di sini (9)
Oh Shanty Lussy usah pergi
(10)
Masih gelap warna embun (11)
Masih deras turun hujan (12)
Masih ada desau angin malam-
angin malam (13)
Masih ingin aku memeluk
dirimu lagi (14)
Masih ingin menyayangmu lagi
(15)
Sentuhlah aku dengan belai
manjamu (16)
Tak usah engkau ragu (17)
Bawalah aku, dalam mimpi-
mimpi indahmu (18)
Biar abadi cinta di hati (19)
1) Analisis Gaya Bahasa dalam Syair
Lagu “Shanty Lussy”
Dalam lagu “Shanty Lussy”, terdapat lima jenis gaya bahasa, yaitu sebagai berikut.



a) Gaya Bahasa Personifikasi
Gaya bahasa personifikasi ditemu- kan dalam penggalan syair lagu: masih ada desau angin malam-angin malam.
Dalam penggalan syair lagu di atas, dinyatakan bahwa angin dapat mendesau. Secara harfiah “mendesau” adalah kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh manusia.
b) Gaya Bahasa Pararelisme Anapora
Gaya bahasa atau majas anapora ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Masih gelap warna embun (11)
Masih deras turun hujan (12)
Masih ada desau angin malam-
angin malam (13)
Masih ingin aku memeluk
dirimu lagi (14)
Masih ingin menyayangmu lagi
(15)
Dalam penggalan syair lagu di atas, semua larik banyak mempergunakan pengulangan di awal larik syair lagu. Pengulangan tersebut adalah kata “masih” yang diulang sebanyak lima kali.
c) Gaya Bahasa Enomerasio/Enumera-
si
Gaya bahasa atau majas enomerasio/enumerasi ditemukan dalam penggalan syair lagu: masih gelap warna embun dan masih deras turun hujan.
Dalam penggalan syair lagu di atas, dinyatakan dengan kalimat yang pendek tetapi jelas tentang peristiwa adanya sebuah embun yang berwarna gelap dan sebuah hujan yang turun dengan begitu lebatnya.
d) Gaya Bahasa Elipsis
Gaya bahasa elipsis ditemukan dalam penggalan syair lagu: Bawalah aku, dalam mimpi-mimpi indahmu.
Dalam penggalan syair lagu di atas, terjadi penghilangan subjek diawal kata “bawalah”.
e) Gaya Bahasa Inverse/Anastrof
Gaya bahasa inverse/anastrof dite-mukan dalam penggalan syair lagu: Tak usah engkau ragu dan masih ingin aku memeluk dirimu lagi.
Dalam penggalan syair lagu di atas, terjadi pertukaran antara letak subjek dan predikat.
2) Deskripsi Data Persajakan dalam
Syair Lagu “Shanty Lussy”
Dalam lagu “Shanty Lussy”, terdapat lima jenis sajak, yaitu sebagai berikut.
a) Sajak Sempurna/Mutlak
Sajak atau rima sempurna/mutlak ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Masih ingin aku memeluk
dirimu lagi (14)
Masih ingin menyayangmu lagi
(15)
Dalam penggalan syair lagu di atas, diakhiri oleh kata-kata yang bunyi dan bentuknya sama dan berpola aa.



b) Sajak Aliterasi/Pangkal
Sajak atau rima aliterasi/pangkal di- temukan dalam penggalan syair lagu:
Bawalah aku, dalam mimpi-
mimpi indahmu (7)
Biar abadi cinta di hati (8)
Dalam penggalan syair lagu di atas, dua larik tersebut di awali dengan kata “bawalah” dan “biar” yang sama-sama di awali oleh konsonan /b/ di awal setiap larik dalam penggalan syair lagu tersebut.

c) Sajak Depan/Awal
Sajak atau rima depan/awal ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Masih gelap warna embun (11)
Masih deras turun hujan (12)
Masih ada desau angin malam-
angin malam (13)
Masih ingin aku memeluk
dirimu lagi (14)
Masih ingin menyayangmu lagi
(15)
Dalam penggalan syair lagu di atas, semua larik mempergunakan pengu-langan kata yang sama di awal larik setiap syair lagu.
d) Sajak Silang
Sajak atau rima silang ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Duhai Shanty Lussy, Shanty Lussy (26)
Usah engkau pergi (27)
Duhai Shanty Lussy (28)
Usah engkau pergi (29)
Dalam penggalan syair lagu di atas, diakhiri oleh konsonan /y/ pada larik pertama dan ketiga, serta vokal /i/ pada larik kedua dan keempat dan berpola abab.

e) Sajak Sama/Terus/Rangkai/Lurus
Dalam syair lagu “Shanty Lussy” tersebut, sajak atau rima sama/terus/ rangkai/lurus ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Sentuhlah aku dengan belai
manjamu (5)
Tak usah engkau ragu (6)
Bawalah aku, dalam mimpi-
mimpi indahmu (7)
Dalam penggalan syair lagu nomor di atas, secara berurutan diakhiri oleh vokal /u/ yang disimbolkan dengan sajak (a), sehingga berpola aaa.
4.1.1.9 Deskripsi Data Lagu “Hilang
Rasa”
Hilang Rasa

Setelah sekian lama (1)
Ku jalin cinta (2)
Tak jarangnya dirimu (3)
Tiada ku rasakan bahagia (4)
Kan ku akhiri semua di sini (5)

Jangan kau cintai diriku (6)
Jangan kau inginkan aku (7)
Singkirkanlah aku (8)
Jauhiku (9)
Tinggalkan aku di sini (10)

Karena kini ku telah hilang rasa
cintaku padamu (11)
Lupakanlah semua (12)
Cerita cinta yang pernah ada (13)

Saat waktu pun berlalu (14)
Dan ku temukan (15)
Pengganti dirimu (16)
Jangan kau cintai diriku (17)
Jangan kau inginkan aku (18)
Singkirkanlah aku (19)
Jauhiku (20)
Tinggalkan aku di sini (21)
Karena kini ku telah hilang rasa
cintaku padamu (22)
Lupakanlah semua (23)
Cerita cinta yang pernah ada (24)

Inilah, jalan yang terbaik (25)
Untuk kita berdua.... berdua..(26)
Karena kini ku telah hilang rasa
cintaku padamu (27)
Lupakanlah semua (28)
Cerita cinta yang pernah ada (29)

1) Deskripsi Data Gaya Bahasa pada
Syair Lagu “Hilang Rasa”
Dalam lagu “Hilang Rasa”, terdapat lima jenis gaya bahasa, yaitu sebagai berikut.
a) Gaya Bahasa Pararelisme Anapora
Gaya bahasa atau majas pararelisme anapora ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Jangan kau cintai diriku (6)
Jangan kau inginkan aku (7)
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat kata “jangan” yang diulang sebanyak dua kali di awal penggalan syair lagu tersebut.
b) Gaya Bahasa Pararelisme Epipora/
Epistrofa
Gaya bahasa pararelisme epipora/ epistrofa ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Jangan kau inginkan aku (7)
Singkirkanlah aku (8)
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat kata “aku” yang diulang sebanyak dua kali di akhir penggalan syair lagu tersebut.
c) Gaya Bahasa Paradoks
Gaya bahasa atau majas paradoks ditemukan dalam kelompok penggalan syair lagu:
Setelah sekian lama (1)
Ku jalin cinta (2)
Tak jarangnya dirimu (3)
Tiada ku rasakan bahagia (4)
Dalam kelompok penggalan syair lagu nomor (1), (2), (3) dan (4), mempunyai hubungan pertentangan dengan objek yang sebenarnya.
d) Gaya Bahasa Elipsis
Gaya bahasa atau majas elipsis ditemukan dalam penggalan syair lagu: Singkirkanlah aku; Jauhiku; Tinggalkan aku di sini dan Lupakanlah semua.
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat penghilangan subjek.
e) Gaya Bahasa Inverse/Anastrof
Gaya bahasa atau majas inverse/anastrof ditemukan dalam peng-galan syair lagu: Tiada ku rasakan bahagia; Kan ku akhiri semua di sini; Jangan kau cintai diriku dan Jangan kau inginkan aku.
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat pertukaran susunan antara subjek dan predikat.

2) Deskripsi Data Persajakan dalam
Syair Lagu “Hilang Rasa”
Dalam lagu “Hilang Rasa”, terdapat lima jenis sajak, yaitu sebagai berikut.
a) Sajak Sempurna/Mutlak
Sajak atau rima sempurna/mutlak ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Jangan kau inginkan aku (7)
Singkirkanlah aku (8)
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat kata akhir yang sama dan diulang sebanyak dua kali. Kata tersebut adalah kata “aku”.
b) Sajak Aliterasi/Pangkal
Sajak atau rima aliterasi/pangkal ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Tak jarangnya dirimu (3)
Tiada ku rasakan bahagia (4)
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat sebuah konsonan yang sama, yaitu: konsonan /t/ yang diulang sebanyak dua kali di awal setiap larik penggalan syair lagu tersebut.

c) Sajak Depan/Awal
Sajak atau rima depan/awal ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Jangan kau cintai diriku (6)
Jangan kau inginkan aku (7)
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat kata “jangan” yang diulang sebanyak dua kali di awal penggalan syair lagu tersebut.

d) Sajak Sama/Terus/ Rangkai/Lurus
Sajak atau rima sama/terus/ rangkai/lurus ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Setelah sekian lama (1)
Kujalin cinta (2)
Dalam penggalan syair lagu di atas, secara berurutan diakhiri oleh akhiran huruf konsonan /a/ dan disimbolkan dengan sajak aa.
e) Sajak Patah/Putus
Sajak atau rima depan/awal ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Tak jarangnya dirimu (3)
Tiada ku rasakan bahagia (4)
Kan ku akhiri semua di sini (5)
Dalam penggalan syair lagu di atas, secara berurutan terdapat vokal /u/, /a/, dan /i/. Karena ketiga vokal itu berbeda semua, maka penggalan syair lagu di atas dapat disimbolkan dengan sajak abc.



4.1.1.10 Deskripsi Data Syair “Biru”
Biru

Tiada pernah aku bahagia (1)
Sebahagia hari ini kasih (2)
Sepertinya ku bermimpi (3)
Dan hampir tak percaya (4)
Hadapi kenyataan ini (5)

Belai manja serta kecup sayang
(6)
Kau curahkan penuh kepastian
(7)
Hingga mampu menghapuskan
luka goresan cinta (8)
Yang sekian lama sudah
menyakitkan (9)

Kau terangkan gelap mataku
(10)
Kau hilangkan resah hatiku (11)
Kau hidupkan lagi cintaku (12)
Yang telah beku dan membiru
(13)

Kini tetes air mata haru (14)
Menghiasi janji yang terpadu
(15)
Tuhan jangan Kau pisahkan (16)
Apapun yang terjadi (17)
Ku ingin selalu dekat kekasihku
(18)


1) Deskripsi Data Gaya Bahasa dalam
Syair Lagu “Biru”
Dalam lagu “Biru”, terdapat tujuh jenis gaya bahasa, yaitu sebagai berikut.

a) Gaya Bahasa Personifikasi
Gaya bahasa metafora ditemukan dalam penggalan syair lagu: Kini tetes air mata haru dan menghiasi janji yang terpadu.
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat hubungan perbandingan frasa “air mata” yang pada hakikatnya dianggap benda tidak bernyawa dibandingkan dengan sifat manusia yang dapat melakukan kegiatan “menghiasi” sebuah janji.
b) Gaya Bahasa Metafora
Gaya bahasa metafora ditemukan dalam penggalan syair lagu: Hingga mampu menghapuskan luka goresan cinta dan (10) Kau terangkan gelap mataku.
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat frasa-frasa yang membandingkan dengan kiasan langsung tanpa mempergunakan kata/frasa lainnya sebagai kata pembanding secara lugas.
c) Gaya Bahasa Perumpamaan/Asosi-
asi
Gaya bahasa perumpamaan/ asosiasi ditemukan dalam kelompok penggalan syair lagu:
Tiada pernah aku bahagia (1)
Sebahagia hari ini kasih (2)
Sepertinya ku bermimpi (3)
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat hubungan kalimat-kalimat perumpamaan yang menyatakan bahwa penulis merasakan tidak pernah bahagia, sebahagia hari ini.
d) Gaya Bahasa Pararelisme Anapora
Gaya bahasa pararelisme anapora ditemukan dalam penggalan syair lagu: Kau terangkan gelap mataku; Kau hilangkan resah hatiku; Kau hidupkan lagi cintaku
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat kata “kau” yang diulang sebanyak tiga kali di awal penggalan syair lagu tersebut.
e) Gaya Bahasa Hiperbola
Gaya bahasa hiperbola ditemukan dalam penggalan syair lagu: Kau terangkan gelap mataku; Kau hilangkan resah hatiku dan Kau hidupkan lagi cintaku.
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat kalimat-kalimat yang dianggap berlebihan.
f) Gaya Bahasa Elipsis
Gaya bahasa elipsis ditemukan dalam penggalan syair lagu: dan hampir tak percaya dan hingga mampu menghapuskan luka goresan cinta.
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat kata-kata yang dihilangkan.




g) Gaya Bahasa Inverse/Anastrof
Gaya bahasa inverse/anastrof ditemukan dalam penggalan syair lagu: Sepertinya ku bermimpi.
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat pertukaran susunan antara subjek dan predikat.
2) Deskripsi Data Persajakan dalam
Syair Lagu “Biru”
Dalam lagu “Biru”, ditemukan lima jenis sajak, yaitu sebagai berikut.
a) Sajak Awal/Depan
Sajak depan/awal ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Kau terangkan gelap mataku (10)
Kau hilangkan resah hatiku (11)
Kau hidupkan lagi cintaku (12)
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat kata “kau” di awal setiap penggalan syair lagu. Kata tersebut mempunyai bunyi dan bentuk yang sama.
b) Sajak Tengah
Sajak tengah ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Kau terangkan gelap mataku (10)
Kau hilangkan resah hatiku (11)
Kau hidupkan lagi cintaku (12)
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat suku kata “kan” di tengah-tengah penggalan syair lagu. Kata tersebut mempunyai bunyi dan bentuk yang sama.




c) Sajak atau Rima Akhir
Sajak atau rima akhir ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Kau terangkan gelap mataku (10)
Kau hilangkan resah hatiku (11)
Kau hidupkan lagi cintaku (12)
Dalam penggalan syair lagu di atas, terdapat suku kata “ku” di akhir setiap penggalan syair lagu. Kata tersebut mempunyai bunyi dan bentuk yang sama.
d) Sajak Sama/Terus/Rangkai/Lurus
Sajak sama/terus/rangkai/lurus di-temukan dalam penggalan syair lagu:
Kini tetes air mata haru (14)
Menghiasi janji yang terpadu (15)
Dalam penggalan syair lagu di atas, secara berurutan terdapat vokal /u/. Karena kedua vokal itu sama, maka penggalan syair lagu di atas dapat disimbolkan dengan sajak aa.
e) Sajak atau Rima Patah/Putus
Sajak atau rima depan/awal ditemukan dalam penggalan syair lagu:
Tiada pernah aku bahagia (1)
Sebahagia hari ini kasih (2)
Sepertinya ku bermimpi (3)
Dalam penggalan syair lagu di atas, secara berurutan diakhiri vokal dan konsonan akhir yang berbeda, yaitu: vokal /a/, /h/, dan /i/ dan disimbolkan dengan sajak abc.





4.2 Analisis Data
4.2.1 Analisis Data Jenis Gaya Bahasa
atau Majas pada Syair Lagu-
Lagu Afgan dalam Album
Conffension No.1
Berdasarkan deskripsi data pada bagian sebelumnya, diperoleh hasil bahwa dalam album Conffension No.1 terdapat 15 gaya bahasa, yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.
No Klasifikasi Gaya Bahasa atau Majas Jenis Gaya Bahasa atau Majas
1) Perbandingan a) Personifikasi (4)
b) Metafora (5)
c) Alegori (0)
d) Perumpamaan/
Asosiasi (1)
2) Penegasan/Perulangan a) Pararelisme
- Anapora (6)
- Epipora/
Epistrofa (3)
b) Repetisi (0)
c) Tautologi/
tautotes (3)
d) Kiasmas/
Kaismus (0)
e) Antanaklasis (0)
f) Enomerasio/
Enumerasi (3)
g) Interupsi/
Enterupsi (0)
h) Praterito/
Preteresio (0)
3. Pertentangan a) Hiperbola (6)
b) Litotes (0)
c) Ironi (0)
d) Sinisme (1)
e) Sarkasme (0)
f) Oksimoron (0)
g) Paradoks (2)
h) Antitesis (1)
i) Kontradiksio
interminis (0)
4. Pertautan a) Sinekdoke
- Pars Prototo
(1)
- Totem
Proparte (2)
b) Metonimia (0)
c) Alusio (0)
d) Elipsis (8)
e) Inverse/
Anastrof (7)




4.2.2 Analisis Jenis Persajakan atau
Rima pada Syair Lagu-Lagu
Afgan dalam Album Conffension
No.1
Berdasarkan deskripsi data pada bagian sebelumnya, diperoleh hasil bahwa dalam album Conffension No.1 terdapat 11 sajak atau rima yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.
No Klasifikasi Sajak atau Rima Jenis Sajak atau Rima
1) Sajak atau rima berdasarkan bunyinya a) Sajak sempurna/
mutlak (4)
b) Sajak asonansi/
paruh (1)
c) Sajak aliterasi/
pangkal (8)
d) Sajak disonansi/
rangka (0)
2) Sajak atau rima berdasarkan letaknya dalam baris a) Sajak depan/awal
(6)
b) Sajak tengah (2)
c) Sajak akhir (2)
3. Sajak atau Rima berdasarkan letaknya dalam bait a) Sajak silang (2)
b) Sajak berpeluk/
genggang/bertaut
(1)
c) Sajak sama/terus/
rangkai/lurus (6)
d) Sajak berpasang-
an/kembar (2)
e) Sajak patah/putus
(6)

4.3 Pembahasan
4.3.1 Gaya Bahasa pada Syair Lagu-
Lagu Afgan dalam Album
Conffension No.1
Berdasarkan hasil analisis data pada bagian sebelumnya, dapat diketahui bahwa pada syair lagu-lagu Afgan mempunyai empat jenis klasifikasi gaya bahasa yang meliputi: klasifikasi gaya bahasa perbandingan, klasifikasi gaya bahasa perulangan/penegasan, klasifikasi gaya bahasa pertentangan dan klasifikasi gaya bahasa pertautan. Statistik data pada syair lagu-lagu Afgan dalam album Conffension No.1 menyatakan bahwa klasifikasi gaya bahasa pertautan menduduki jumlah terbanyak untuk jenis gaya bahasa yang dipergunakan dalam album Conffension No.1, dengan total 18 kali.
Pada syair lagu-lagu Afgan dalam album Conffension No.1 juga menyatakan bahwa gaya bahasa elipsis merupakan jenis gaya bahasa yang dominan muncul dalam syair lagu-lagu Afgan dalam album Conffension No.1.

4.3.2 Persajakan pada Syair Lagu-
Lagu Afgan dalam Album
Conffension No.1
Berdasarkan hasil analisis data pada bagian sebelumnya, dapat diketahui bahwa pada syair lagu-lagu Afgan ditemukannya tiga jenis klasifikasi sajak atau rima pada syair lagu-lagu Afgan dalam album Conffension No.1 yang meliputi: klasifikasi sajak berdasarkan bunyinya, klasifikasi sajak berdasarkan letaknya dalam baris dan klasifikasi sajak berdasarkan letaknya dalam bait. Statistik data menyatakan bahwa klasifikasi sajak berdasarkan letaknya dalam bait menduduki jumlah terbanyak untuk jenis persajakan yang dipergunakan dalam album Conffension No.1, dengan total 17 kali.
Pada syair lagu-lagu Afgan dalam album Conffension No.1 juga menyatakan bahwa sajak atau rima yang dominan muncul pada syair lagu-lagu Afgan dalam album Conffension No.1 adalah sajak aliterasi/pangkal.

SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis lakukan, diperoleh simpulan bahwa pada syair lagu-lagu Afgan dalam album Conffension No.1 terdapat empat klasifikasi gaya bahasa, yaitu: 1) Klasifikasi gaya bahasa perbandingan yang meliputi: gaya bahasa personifikasi, gaya bahasa metafora dan gaya bahasa perumpamaan/asosiasi; 2) Klasifikasi gaya bahasa perulangan/penegasan yang meliputi: gaya bahasa pararelisme anapora, gaya bahasa pararelisme epipora, gaya bahasa tautologi/tautotes dan gaya bahasa enomerasio/enumerasi; 3) Klasifikasi gaya bahasa pertentangan yang meliputi: gaya bahasa hiperbola, gaya bahasa sinisme, gaya bahasa paradoks dan gaya bahasa antitesis serta 4) Klasifikasi gaya bahasa pertautan yang meliputi: gaya bahasa sinekdoke pras prototo, gaya bahasa sinekdoke totem proparte, gaya bahasa elipsis dan gaya bahasa inverse/anastrof. Dari keempat klasifikasi gaya bahasa tersebut, klasifikasi jenis gaya bahasa yang dominan muncul adalah klasifikasi gaya bahasa pertautan, dan jenis gaya bahasa yang dominan muncul adalah gaya bahasa elipsis. Selain itu, pada syair lagu-lagu Afgan dalam album Conffension No.1 juga terdapat tiga klasifikasi jenis sajak, yaitu: 1) Klasifikasi sajak berdasarkan bunyinya yang meliputi: sajak sempurna/mutlak, sajak asonansi/paruh dan sajak aliterasi/pangkal; 2) Klasifikasi sajak berdasarkan letaknya dalam baris yang meliputi: sajak depan/awal, sajak tengah dan sajak akhir serta 3) Klasifikasi sajak berdasarkan letaknya dalam bait yang meliputi: sajak silang, sajak berpeluk/genggang/bertaut, sajak sama/ terus/rangkai/lurus, sajak berpasangan/ kembar dan sajak patah/putus. Dari ketiga klasifikasi sajak tersebut, jenis klasifikasi sajak yang dominan muncul adalah klasifikasi sajak berdasarkan letaknya dalam baris, dan jenis sajak yang dominan muncul adalah sajak aliterasi/pangkal.

5.2 Saran
Setelah menyelesaikan penelitian ini, penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut.
1) Untuk akademis, hasil penelitian ini
dapat dijadikan sebagai sumbangan
dalam disiplin ilmu bahasa dan
sastra, seperti: ilmu semantik, teori
dan kajian puisi, khususnya tentang
gaya bahasa dan persajakan.
2) Untuk mahasiswa, hasil penelitian ini
dapat dijadikan sebagai salah satu
referensi bagi mahasiswa yang
berminat menganalisis jenis gaya
bahasa dan persajakan dalam
penelitian yang serupa serta memberi
konstribusi bagi pemahaman dan
pengembangan tentang pemakaian
gaya bahasa dan persajakan.
3) Untuk dosen dan guru, hasil penelitian
ini dapat menjadi bahan ajar yang
sesuai dengan kurikulum dan
petunjuk metode pratikum ketika
menganalisis unsur bahasa dan sastra
dengan mempergunakan media
elektronik yang disesuaikan dengan
perkembangan iptek.

DAFTAR PUSTAKA

Amirin, Tri dan Agus Hartanto. 2006. Lembar Kerja Siswa Wajar. Jakarta: Graha Pustaka.

Azhari, Muhammad dan Muhammad
Nasir. 2011. Kaya Dengan Menulis
Karya Sastra. Palembang: Dramata
Kreasi Media.
http://id.wikipedia.org/wiki/Confession No.1, (diakses, 23 Desember 2011)

Keraf, Gorys. 2001. Diksi dan Gaya
Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Muda, A.K. Ahmad. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Reality Publisher.

Pradopo, Rachmat Djoko dkk. 1990. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT Manindita Graha Widya.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2005. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Salsabila, Neyla Ulhaq. 2011. Buku Pintar Peribahasa Indonesia Lengkap dan Terpopuler. Jakarta: Blue Shop Media.

Semi, M Atar. 2001. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.

Suroto. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Tamara, Yunita. 2008. “Analisis Hakikat dan Metode Kumpulan Puisi Parewa Karya Rusly Marzuki Saria”. Skripsi S1 (belum diterbitkan). Palembang: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia.

Tjahjono, Liberatus Tengsoe. 1988. Sastra Indonesia Pengantar Teori dan Apresiasi. Jakarta: Nusa Indah.
Verly, Anita dan Alex Suryanto. 2008.
Bahasa Indonesia untuk SMP dan
MTS Kelas VIII. Jakarta: Gelora
Aksara Pratama.

Waluyo, Herman J. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Yunita, Fera. 2008. “Gaya Bahasa Dalam Syair-Syair Lagu Letto”. Skripsi S1 (belum diterbitkan). Palembang: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Ulasan Artikel Jurnal Penelitian

Contoh Proposal Pengajuan Kegiatan Ekstrakurikuler

Contoh Proposal Kegiatan Bulan Bahasa di Sekolah