Karya Ilmiah - Artikel Ilmiah (PKM-AI) Alvian Kurniawan Universitas PGRI Palembang
PROGAM KREATIVITAS MAHASISWA
SKEPTIS PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DI LINGKUNGAN PERKULIAHAN MAHASISWA PROGAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
BIDANG KEGIATAN :
PKM ARTIKEL ILMIAH
Diusulkan oleh :
Ketua : Alvian Kurniawan 2008112193
Lioni Wike Dian Hasari 2008112073
Ratna Ningsih 2008112068
Rizki Novia 2010112050
UNIVERSITAS PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
PALEMBANG
2011
FORMAT HALAMAN PENGESAHAN USUL
PKM-AI
1. Judul Kegiatan : Skeptis Penggunaan Bahasa Indonesia di Lingkungan Perkuliahan Mahasiswa Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
2. Bidang Kegitan : PKM-AI
3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap : Alvian Kurniawan
b. NIM : 2008112193
c. Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni
d. Universitas : PGRI Palembang
e. Alamat : Jalan Bungaran V Rt.10 Rw.03 No.416B 8 Ulu
Seberang Ulu 1 Palembang Sumatra Selatan
30252.
No hp. 08974494705.
4. Anggota Kegiatan : 4 Orang
5. Dosen Pendamping
a. Nama lengkap : Dra. Hj. Siti Rukiyah, M.Pd.
b. NIP : 196501281990112001
c.Alamat Rumah dan No hp : Jalan A. Yani lrg Nigata No.964 RT 16 RW 02
Tangga Takat Plaju.
No HP 085267009511
Palembang, Februari 2011
Menyetujui
Ketua Progam Studi Ketua Pelaksana
Dra. Hj. Siti Rukiyah, M.Pd. Alvian Kurniawan
NIP. 196501281990112001 NIM. 2008112193
Pembantu Rektor III Dosen Pendamping
Drs. H. Moch. Edward Romli, SE. Dra. Hj. Siti Rukiyah, M.Pd.
NIY. 131755299 NIP. 196501281990112001
ABSTRAK
Sebagai calon seorang guru bahasa Indonesia masa depan, mahasiswa Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia seharusnya mampu dan terampil dalam mempergunakan ke-4 keterampilan berbahasa yang meliputi; menyimak, membaca, berbicara dan menulis. Namun, pada praktik lapangan banyak mahasiswa yang tidak menerapkan berbahasa Indonesia di dalam percakapan sehari-hari terutama di lingkungan perkuliahan. Hal ini disebabkan oleh adanya skeptisme atau keraguan yang ditimbulkan dari beberapa faktor baik secara interen ataupun eksteren. Pada hakekatnya, permasalahan ini adalah permasalahan krusial yang seharusnya segera diatasi, namun secara nyata hinga saat ini, masalah ini tetap terus beredar dan jarang sekali diperhatikan oleh orang-orang yang bergerak di bidang bahasa. Untuk itu, penulis tertarik untuk meneliti skeptis berbahasa Indonesia. Dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana skeptis penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan perkuliahan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas PGRI Palembang. Adapun metode yang kami pergunakan adalah teknik survei, dengan membagikan angket kepada 32 Mahasiswa Semester 2, 4 dan 6 Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas PGRI Palembang. Data yang diperoleh lalu di buat persentase dan disajikan dalam bentuk karya tulis ilmiah. Dari penelitian tersebut, didapat hasil dan kesimpulan yang diyatakan bahwa masih tingginya skeptis penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan Perkuliahan mahasiswa Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas PGRI Palembang.
KATA KUNCI
Skeptis: Lenitrik; Realisasi; Introjeksi.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan di negara kita. Pada prinsipnya bahasa Indonesia bersifat terbuka atau lingua franca karena kosa katanya diambil dari
Bahasa-bahasa di sekitarnya (bahasa asing atau bahasa daerah).
Kelestarian bahasa Indonesia merupakan salah satu tanggung jawab besar warga negara Indonesia, lebih khususnya lagi orang-orang yang bergerak di bidang bahasa. Namun, masih banyak sekali posisi bahasa indonesia yang tergeser dengan bahasa lain. Hal inilah yang menyebabkan terhambatnya rasa cintaa berbahasa Indonesia pada bangsa itu.
Dalam praktik lapangan banyak ditemukan suatu keragu-raguan masyarakat Indonesia untuk mempergunakan bahasa Indonesia itu sendiri. Terlebih lagi, hal itu menjangkit di kalangan mahasiswa saat ini. Lebih parahnya lagi skeptisme itu timbul di kalangan mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Banyak persepsi mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia menganggap dalam berkomunikasi bahasa Indonesia dapat disubstitusikan dengan bahasa lain, sebagai contoh bahasa daerah.
Hal ini dilatarbelakangi karena pengaruh kultur budaya yang masih sangat pekat untuk ditinggalkan, padahal sebagai calon guru bahasa Indonesia mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia haruslah mampu dan membiasakan berkomunikasi dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Untuk itu, masalah ini sudah selayaknya diperhatikan, mengingat permasalahan ini merupakan masalah yang krusial, namun jarang sekali diperhatikan. Jika tidak segera diatasi maka dapat diprediksikan akan menjadi kebiasaan yang dapat mempengaruhi generasi berikutnya.
Melalui artikel ini diharapkan dapat menjadikan referensi baru serta dapat memberikan kontribusi terhadap pelestarian dan penerapan bahasa Indonesia dalam lingkungan perkuliahan.
2. Rumusan Masalah
Adanya skeptis penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan perkuliahan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
3. Tujuan Penelitian
Artikel ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana skeptis penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan perkuliahan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
4. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini sebagai berikut.
1) Bagi mahasiswa, dapat memberikan gambaran tentang skeptis penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan perkuliahan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia;
2) bagi dosen, dapat menerapkan dan melestarikan penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan perkuliahan;
3) bagi penulis, dapat memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang skeptis penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan perkuliahan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia;
METODE
Untuk pembahasan masalah yang diajukan dalam penelitian ini diperlukan data yang relevan, yang diperoleh melalui penelitian terhadap objek sasarannya. Dalam penelitian ini, ditempuh dengan tiga tahapan strategis, yaitu tahapan pengumpulan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei. Metode Survei adalah metode penyediaan data yang dilakukan melalui penyebaran kuesioner atau daftar pertanyaan yang tersetruktur dan rinci untuk memperoleh informasi dari sejumlah besar informan yang dipandang representatif mewakili populasi penelitian (Arian dan Aron, 1970).
Metode survei yang penulis lakukan adalah dengan membagikan angket kepada 32 mahasiswa-mahasiswi Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia semester 2, 4 dan 6 Pagi Universitas PGRI Palembang. Karena banyaknya jumlah mahasiswa yang ada, maka peneliti mengambil setiap kelas hanya dua representatif saja yakni satu orang mahasiswa dan satu orang mahasiswi setiap kelasnya. Adapun penyebaran dan pengumpulan angket dilakukan selama dua hari. Angket tersebut berisi tentang 30 soal yang terdiri atas 7 soal seputar skeptis berbahasa Indonesia, 12 soal tentang kenyataan di lapangan, 5 soal tentang penyebab dan dampak skeptis serta 8 soal tentang cara mengatasi skeptis.
Data yang telah diperoleh, dicatat pada lembar hasil lalu dihitung persentasenya dengan mempergunakan rumus : Jumlah jawaban tiap pilihan x 100 : 32 = …..%, lantas data dihimpun berdasarkan empat katagori yakni ; katagori A terdiri atas 0-25%, katagori B terdiri atas 26%-50%, katagori C terdiri atas 51% - 75% serta katagori D terdiri atas 76%-100%. Dari empat katagori tersebut, data yang diambil adalah data yang sebagian besar berkatagori D dan C. Dengan alasan data katagori tersebut mampu mewakili jawaban yang disediakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Tentang Skeptis Berbahasa Indonesia di Lingkungan Perkuliahan
MahasiswaProgam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Ada beberapa asumsi yang menyatakan bahwa bahasa yang digunakan seseorang itu turut menentukan kedudukan sosial dan mencerminkan etika seseorang dalam bermasyarakat. Maksudnya adalah bahwa setiap bahasa mempunyai suatu nilai khusus atau tersendiri yang akan menentukan degresi interaksi dan kesopanan seseorang dari cara bertutur sapa. Pernyataan ini banyak sekali direspon positif oleh beberapa masyarakat.
Sebagai salah satu bentuk bahasa, Bahasa Indonesia yang digaungkan sebagai bahasa persatuan Indonesia merupakan bahasa yang bersifat lingua franca atau terbuka. Dalam hal ini, tidaklah luput dari peranan bahasa asing dan bahasa daerah sebagai penopang utama yang memberikan sumbangsih terhadap pemerolehan kosa kata dan seluk beluk bahasa Indonesia.
Di masa seperti saat ini, tuntutan dunia dan peradaban yang semakin mendesak kemajuan menimbulkan dua realita golongan yang dapat diprediksikan akan terjadi, yakni ; golongan pertama adalah golongan yang mengenyam timbulnya faham pengkiblatan terhadap pemikiran ke arah negara-negara maju yang disorot pada satu arah tanpa filterisasi yang besar. Golongan kedua; berkiblat pada kekonvensionalan pandangan yang sudah ada dan terus mempergunakan pandangan tersebut tanpa menghiraukan perkembangan peradaban yang semakin baru dan meninggalkan kulit mulanya, golongan ini masih cukup kritis dengan laju pikir yang konservatif.
Secara khusus ditinjau dari golongan kedua, diperolehlah sebuah fakta realitas tentang skeptisme atau faham keragu-raguan serta ketidakpercayaan diri mahasiswa untuk mempergunakan bahasa Indonesia di ruang lingkup perkuliahan. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan penulis terhadap 32 responden mahasiswa Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas PGRI Palembang. Penulis melakukan penyebaran angket kepada representatif mahasiswa semester dua, empat, dan enam pagi, masing-masing kelas diambil sebanyak dua orang representatif yang terdiri dari satu orang berjenis kelamin perempuan dan satu orang berjenis kelamin laki-laki.
Dari hasil penelitian tersebut, diperoleh data bahwa sebanyak 53,13% mahasiswa Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia merasa telah terbiasa menggunakan bahasa lain dalam percakapan sehari-hari. Mereka mengaku jarang sekali berbahasa Indonesia dengan baik. Justru bahasa-bahasa yang sering dipergunakan merupakan bahasa di luar bahasa Indonesia seperti; 3,13% bahasa gaul, 6,25% bahasa asing, dan 71,88% bahasa daerah. Sedangkan hanya sebanyak 6,25% responden mengaku mempergunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi sehari-hari.
Dari data di atas, jelaslah jika skeptisme berbahasa Indonesia pada mahasiswa Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia masih tergolong cukup tinggi. Hal inilah yang menyebabkan mereka tidak terbiasa mempergunakan bahasa Indonesia secara baik di lingkungan perkuliahan. Pendapat ini didukung dengan jumlah persentase sebanyak 84,38% yang sependapat jika mereka jarang sekali berkomunikasi dengan bahasa Indonesia kecuali jika dalam situasi tertentu. Hal ini dilatarbelakangi oleh tingkat kesadaran dan kuatnya kultur bahasa ibu seperti bahasa daerah yang menyebabkan keraguan yang teramat mendalam terhadap realisasi pendayagunaan bahasa Indonesia secara baik.
A. Praktek dan Situasi Nyata dalam Berbahasa Indonesia pada Saat Perkuliahan.
Sebagai calon guru bahasa Indonesia masa depan, mahasiswa Progam Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia hendaknya mempunyai keterampilan berbahasa Indonesia yang baik. Baik dalam segi menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Hal-hal semacam itu sudah sepatutnya dilatih sejak menempuh pendidikan ini.
Ada pepatah yang mengatakan, “Ala bisa karena biasa” yang berarti seseorang bisa atau mahir melakukan sesuatu hal karena telah terbiasa dengan kebiasaan. Namun, hingga saat ini beberapa orang sering sekali mengeluhkan tentang guru bahasa Indonesia yang tidak berbahasa Indonesia. Pendapat seperti itu sering sekali ditemui di lapangan. Salah satu penyebab hal tersebut dikarenakan pelajaran bahasa Indonesia, sejauh ini masih banyak berorientasi pada teori semata, peserta didik jarang sekali mendapatkan kesempatan untuk mempraktikkan berbahasa Indonesia sehingga kecil sekali menanamkan keahlian berbahasa Indonesia pada diri peserta didik. Hal itulah yang diakui oleh 46,88% responden ketika ditanya mengenai mengapa pelajaran bahasa Indonesia tidak mengubah kebiasaan mereka untuk mempergunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Di lingkungan perkuliahan juga demikian, beberapa responden mengatakan bahwa mereka tidak seutuhnya mempergunakan bahasa Indonesia pada saat belajar. Banyak sekali responden yang memperkirakan persentase untuk berbahasa Indonesia hanya 75% saja, selebihnya masih tercampur dengan bahasa lain,. sehingga jelas bahwa berbahasa Indonesia itu merupakan kegiatan insidental saja. Selain itu ketika ditanya mengenai kapan kesiapan mereka mempergunakan bahasa Indonesia, kebanyakan mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia menyatakan masih menunggu situasi dan kondisi. Lantas jika situasi dan kondisi terus tidak memungkinkan, jadi kapan kita akan berbahasa Indonesia? tentunya hal itu akan menjadi lenitrik (keterlambatan kebiasaan).
Secara alamiah, 93,75% mahasiswa Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia secara sadar ingin mempergunakan bahasa Indonesia dalam pengaplikasian di kehidupan sehari-hari. Namun, perihal internal di atas menghambat laju tumbuh semangat berbahasa Indonesia itu sendiri. Disisi lain ternyata faktor eksternal juga turut memberikan sumbangan data sebagai acuan resmi linear ke bawah penambahan daftar sulitnya untuk menumbuhkan rasa sadar berbahasa Indonesia. Sering sekali ditemui pada praktik lapangan bahwa ketika seorang mahasiswa mengajak berbicara dengan rekannya mempergunakan bahasa Indonesia, maka timbul respon yang negatif dari mitra tutur. Baik itu dalam bentuk hinaan, Judgement, sindiran dan lain sebagainya.
Tidak hanya sampai di situ saja, beberapa dosen mata kuliah bahasa Indonesia kerap sekali menyampaikan percontohan komunikasi dengan tidak mempergunakan bahasa Indonesia secara baik, terbukti dari beberapa responden yang menyatakan masih ada beberapa dosen yang tidak terlalu menghiraukan mahasiswanya jika berkomunikasi dengan bahasa daerah atau asing saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, bahkan sering juga dosen yang bersangkutan mempergunakan istilah-istilah non-bahasa Indonesia saat mengajar.
Perihal-perihal itulah yang sering terkuak dalam aplikasi lapangan pada mahasiswa Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas PGRI Palembang. Bahasa Indonesia menjadi kadaver di rumahnya sendiri.
B. Penyebab dan Dampak yang Timbul
Suatu hal tertentu sudah diprediksikan akan menelurkan suatu kausalitas tersendiri dari tindak-tanduk seseorang yang melakukannya. Skeptis penggunaan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi sehari-hari di ruang perkuliahan mahasiswa Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonsia tetaplah menjadi hal yang krusial, namun jarang sekali masalah ini diperhatikan atau dibenahi. Hal ini tentunya berdampak kronis atau berlangsung terus-menerus dan menjerat kebiasaan mahasiswa khususnya di Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Sebanyak 90,63% responden beranggapan bahwa skeptis itu timbul karena kurangnya kesadaran diri setiap personal untuk berbahasa Indonesia. Selain itu, sebanyak 6,25% menyatakan skeptis timbul karena kurangnya stimulus dari mediator (dalam hal ini adalah dosen) untuk memberikan eksistensi kepada mahasiswa untuk berbahasa Indonesia, sehingga mahasiswa tidaklah terlatih untuk berbahasa Indonesia, mahasiswa kurang bebas berbahasa Indonesia dan sebagainya. Sehingga, menjadi kebiasaan konservatif itu dalam diri setiap mahasiswa.
Di sisi lain, sebanyak 87,50% responden menyatakan “Sebenarnya saya akan berbahasa Indonesia jika ada rekan saya juga berbicara dengan bahasa Indonesia.” Namun, ada juga yang beranggapan bahwa mereka sering ragu berbahasa Indonesia ketika rekan tutur mereka mengejek mereka ketika berbahasa Indonesia. Hal ini dapat diambil suatu jawaban empiris bahwa rekan tutur pun memegang kendali yang cukup tinggi dalam dampak yang menyebabkan skeptis itu muncul di dalam diri seseorang yang hendak berbahasa Indonesia dalam berkomunikasi sehari-hari.
Selain itu, kuatnya kultur bahasa Ibu kerap juga berdampak kepada seseorang untuk skeptis berbahasa Indonesia. Ini terbukti dari jawaban sebanyak 87,5% responden yang menyatakan, “Saya sering sekali mencampurkan bahasa daerah ketika berbicara bahasa Indonesia.”
Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penyebab, dampak dan manfaat yang menyebabkan skeptis adalah sebagai berikut :
- Kurang adanya kesadaran dari setiap diri mahasiswa Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia untuk berbahasa Indonesia, sehingga mereka tidak terbiasa berbahasa Indonesia.
- Kurang adanya model percontohan dan lingkungan yang mendukung untuk berbahasa Indonesia, sehingga mahasiswa Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tidak mempunyai cukup banyak kesempatan untuk praktik berbahasa Indonesia secara langsung.
- Kurang adanya stimulus seseorang yang dianggap kredibilitas untuk menumbuhkan keinginan berbahasa Indonesia sehingga timbul reaksi tidak peduli dengan realisasi bahasa Indonesia.
- Kuatnya pengaruh kultur bahasa ibu yang menggeser keinginan untuk
berbahasa Indonesia setiap individu, sehingga muncul stigma bahasa Indonesia tersubsitusi dengan kehadiran bahasa daerah.
D. Introjeksi Pemecahan Masalah
Telah disinggung sebelumnya bahwa masalah skeptis berbahasa Indonesia di kegiatan belajar mahasiswa Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ini merupakan suatu masalah krusial yang jarang sekali diperhatikan. Upaya apapun belum seutuhnya diluncurkan untuk mengatasi permasalahan ini. Namun, sebagai mahasiswa Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, penulis menganggap perlu mengadakan eksposisi pemecahan masalah yang terjadi ini.
Berakar dari jawaban responden dari angket yang penulis bagikan, diperoleh 3 hal penting bahwa hal-hal yang harus dilakukan oleh mahasiswa Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia adalah sebagai berikut :
- 68,75% beranggapan bahwa membiasakan diri untuk berkomunikasi dengan
bahasa Indonesia merupakan langkah utama dalam pemecahan masalah ini,
- 21, 88% beranggapan bahwa mahasiswa harus belajar bahasa Indoesia secara
baik dan benar dari tokoh-tokoh yang kredibel,
- 03,13% beranggapan bahwa mahasiswa harus mempelajari lagi teori-teori
yang berkenaan dengan bahasa Indonesia.
Selain untuk diri sendiri. kita juga butuh melakukan referensi penunjang lain untuk mengatasi skeptis mahasiswa Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia lainnya secara umum agar mampu membiasakan diri berbahasa Indonesia di lingkungan perkuliahan dengan cara sebagai berikut :
1. Mengajak teman berkomunikasi dengan bahasa Indonesia;
2. Dosen juga turut berpartisipasi menasehati mahasiswa yang masih ragu berbahasa Indonsia, bahkan mewajibkan berbahasa Indonesia jika perlu;
3. Mengfungsikan media sebagai sarana berlatih berbahasa Indonesia.
Tidak hanya itu, Balai Bahasa setiap provinsi juga telah mengadakan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) guna mengukur tingkat kemahiran berbahasa Indonesia untuk setiap individu. UKBI dirancang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya. Kategori yang dihimpun dari hasil tes ini sangat bervariatif terdiri atas 7 tingkatan yaitu; istimewa, sangat unggul, unggul, madya, Semenjana, Marginal, dan terbatas. Namun sayangnya masih banyak sekali Mahasiswa Progam Studi Pendidikan bahasa dan Sastra Indonesia Universitas PGRI Palembang tidak mengetahui hal tersebut. Padahal jika fasilitas ini dipergunakan, besar harapan mampu menghasilkan sikap positif berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
KESIMPULAN
Posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan terancam keberadaannya, karena faktor skeptis dalamrealisasinya. Hal ini teridentifikasi dari data yang diperoleh peneliti setelah melakukan observasi selama dua hari melalui angket yang disebar kepada 32 responden yang terdiri dari semester dua, empat, dan enam program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas PGRI Palembang dengan data sebagai berikut;
a) Banyak mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.berangapan tidak terbiasa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam lingkungan perkuliahan;
b) Keberadaan dan kuatnya kultur bahasa daerah menjadi salah satu alasan timbulnya skeptis itu sendiri;
c) Banyak anggapan bahwa bahasa daerah mampu menjadi subsitusi keterlibatan bahasa Indonesia dalam Komunikasi sehari-hari;
d) Beberapa angapan menyatakan kendala yang dialami ketika merealisasikan pengunaan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari adalah masih banyak tercampur dengan bahasa daerah atau bahasa asing, kurangyan dukungan lingkungan sekitar, kuranya kesadaran individu untuk menggunakan bahasa Indonesia;
e) Dosen pun turut menjadi faktor penentu keberhasilan realisasi bahasa Indonesai, untuk itu harusnya dosen mampu memberikan kesempatan praktik berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dalam kegiatan belajar mengajar, selain itu dosen hendaknya menganjurkan kepada mahasiswa agar menerapkan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi di perkuliahan, Jika perlu dosen memberikan sanksi kepada mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang tidak mempergunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi di lingkungan perkuliahan.
f) Salah satu upaya yang dapat difasilitasi oleh Balai Bahasa untuk mengatasi hal ini adalah dengan mengadakan Uji Kemahiran Bahasa Indonesia (UKBI). Untuk itutidak salah jika mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia mengikuti tes tersebut untuk mengukur tingkat kemahiran berbahasa Indonesia diri masing-masing.
UCAPAN TERIMA KASIH
Karya ilmiah ini, penulis persembahkan kepada :
- Bapak Dr. H. Syarwani Ahmad, M.M. Selaku Rektor Universitas PGRI Palembang;
- Bapak Drs. Bukman Lian, M.M., M.Si. selaku Dekan FKIP Universitas PGRI Palembang;
- Bapak Yusri,M.Pd. selaku Ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni;
- Ibu Dra.Hj. Siti Rukiyah, M.Pd. Selaku Ketua Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia sekaligus dosen pembimbing penulisan karya tulis ilmiah ini;
- Semua pihak yang membantu dan memberikan motivasi sehingga Artikel
Ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Rajawali Pers.
Muda, Ahmad A.K. 2008. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Reality
Publisher.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Wardarita, Ratu. 2010. Kemampuan Menulis Karya Ilmiah. Yogyakarta: Paraton.
Komentar
Posting Komentar