Novellete "Surat Untuk Winda" Olehku, Alvian Kurniawan, M.Pd. (My True Story)

Cerpen "Surat Untuk Winda

01
SUATU HARI DI HARI SABTU

Tersudut siang pada sinaran matahari yang menjulang teramat terang menerangi ruang-ruang tempatku berpijak saat itu. Naungan jamku jua membujur di peredaran tak jauh dari luncuran tunjuk angka sepuluh berbingkai pada garis kaca jam perakku. Suasana kampus baruku seakan semakin tergores membiasa karena termakan bulan dan hari. Aku semakin menikmati suasana saat ini.

Di lantai 4 kampusku, di Sabtu itu seperti biasanya jam pergantian mata kuliah sempat terisi dengan jam kosong. Aku duduk tersandar seorang diri dengan balutan baju biru muda dan celana jeans. Hari itu seperti hari biasanya tidak ada sepesial sama sekali. Dari dekat pintu Ridho memanggilku,

“Yan dipanggil Mirna sayangmu di sana!” Teriak Ridho sembari menunjuk arah Mirna saat itu,

Pandangan mataku tertuju pada tudingan Ridho. Nampak seorang wanita pendek berambut panjang dengan memakai blazer hitam dan kaos bewarna kuning terselip di dalamnya. Yah itu Mirna.

Awalnya agak malas untuk mendekat ke arah situ. Tapi jika tidak, aku juga merasa
seperti tidak menghargai panggilan itu. Ku dekati arah Mirna sembari membuang jauh-jauh sikap kebosananku.

“Hai buk, ada apa?” pertanyaanku mewakili salam sapaku,

Lantas kita berbincang seperti apa adanya. Meski di sudut depan kelas, teman-teman menyorot posisi kami berdua dengan dugaan-dugaan yang tak jelas kebenarannya. Tapi tak masalah digosipin berarti artis dong!

“Pak, mau nga aku kenali sama temanku. Winda namanya. Anak kelas 2.D. Kebetulan aku sempat cerita tentangmu dengan dia. Dan dia penasaran denganmu!”

“Cerita apa saja buk? Awas kalau ngejelekin aku!”

“Ngaklah, anaknya lumayan cantik lho!“

Sempat terpingkal-pingkal hati kecilku mendengar ada seseorang wanita yang penasaran denganku. Sudah lama aku tidak bercumbu dengan urusan asmara. Jika ajakan itu mengarah pada hal tersebut. Apa yang harus aku lakukan?.

Terkadang heran juga dengan diriku, di luar ABG seumuranku lagi bergairahnya untuk urusan pacaran, kok aku malah jauh tidak kepikiran sampai ke sana?

“Ah.. belum tentu dia juga suka denganku!”

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


02
WANITA ITU BERNAMA WINDA


Lepas dari itu, Ucapan Mirna terus menggerayangi otak pikiranku. Gerangan wanita yang manakah yang telah mengenal namaku dari bibirnya? Setiap berjumpa dengan Mirna tak henti-hentinya ia mengucapkan nama seorang wanita “ Winda” namanya.

Terkadang heran juga, banyak teman Mirna yang lelaki dan lebih dariku, tapi kenapa justru ia sangat percaya denganku untuk mengenalkannya padaku. Tapi ini bukanlah soal semesteran yang mungkin selalu menimbulkan tanda tanya akan jawabnya.

Aku tidak harus juga percaya dengan ucapan Mirna. Karena bisa jadi ucapannya hanyalah bualan saja. Tapi dari setiap pernyataannya, ia sangat ingin sekali menemukanku dengan wanita bernama Winda tersebut. Dan katanya sih, sudah berapa kali ada kesempatan yang terlewatkan untuk menemukan kami berdua. Misal ketika aku ada di kampus, sedangkan ia tidak ada dikampus atau sebaliknya. Sehingga pertemuan itu seakan hanya berputar-putar.

Pernah suatu ketika, saat itu aku sedang berjalan menuju kelas. Maklum kelasku ada di gedung G, yang terletak jauh di sudut kampusku. Saat itu aku mengenakan baju serba hitam karena aku tipikal orang yang sangat memperhatikan penampilan termasuk kostumku saat itu. Maklum aku pernah mengikuti pagar bagus dan lomba-lomba model saat dulu kala. heheh.. Disaat itulah Mirna memanggilku dari lantai 4 Gedung C, entah apa yang ia teriakan tapi aku kurang begitu menangkap isyarat yang dilemparkan ke telinga dan mataku. Aku melewatkan isyarat itu begitu saja.

Ternyata berakar dari isyarat itu, ia ingin menunjukkan bahwa wanita yang berjalan di belakangku itu adalah Winda. Wanita yang masih menjadi tanda tanya dalam hidupku saat itu. Ternyata Winda telah mencuri garis start saat itu. Terlebih dahulu ia telah melihatku saat itu. Oh Tuhan apakah ia kecewa denganku?

Ku sibak sebuah tanya ke Mirna tentang kecemasanku itu. Tapi ternyata jawabannya cukup tidak begitu jelek untuk ku dengar. Syukur ia tidak terlalu kecewa dengan apa yang ia lihat tentang diriku, tapi akankah itu benar yang disampaikan Mirna atau sekali lagi itu hanyalah bualannya saja?

“Oh Tuhan, yang manakah wujud insan yang dimaksudkan itu?”



--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


03
WANITA BERAMBUT PIRANG DAN BERMATA LENSA BIRU

Hari ini sepertinya akan menjadi jawaban semua pertanyaan itu, hal itu teriring kuat dengan hadirnya sms dari Mirna di hpku yang berwarna hitam.

“Winda pengen ketemu langsung denganmu. Tolong hari ini sepulang kuliah jangan pulang dulu! “ demikian sms yang ku terima saat itu,

Hatiku dag dig dug tidak karuan. Bukan tidak siap untuk menghadapi suatu pertemuan saat itu. Tapi aku merasa aku bukan siapa-siapa. Toh aku dengar kalau Winda adalah seorang anak yang berkecukupan. Sedangkan aku hanyalah anak TNI yang sederhana. Bahkan untuk menambah kekurangan kebutuhan kuliah, aku harus menyambi kuliahku dengan bekerja sebagai penyiar dan bergabung dengan Wedding Organizer. Meskipun hasilnya tidak sebesar apa yang diharapkan, tapi aku bersyukur dari hasil keringatku itu aku bisa menambah uang jajanku. Bahkan bisa jadi jarang sekali aku meminta uang dengan orang tuaku. Latar belakang keluargaku inilah yang membuat aku kurang percaya diri untuk mengenal orang sepertinya.

Lepas dari jadwal kuliah, aku telah ditunggu Mirna di depan kelas. Benar-benar ia sepertinya telah menginginkan pertemuan itu. Mungkin juga ia ialah sutradara dari kisah ini terjadi. Diseretnya tanganku menuju lantai 3 di kampusku.

“Tunggu di sini, jangan pergi! Atau tidak sama sekali kita bertegur sapa kelak!” gertaknya sembari meninggalkanku.

“Tapi aku belum siap….,“ teriakku memanggilnya.

Langkahnya seakan menggambarkan tekatnya saat itu. Ia terus berjalan menuju kelas Winda. Aku hanya berbalik badan menatap arus yang berlawanan. Hatiku getir saat itu.

Tak selang berapa lama, Mirna datang dengan seorang wanita berbadan lumayan tinggi, berambut pirang, berkulit putih, dan berlensa biru terang.

“Oh Tuhan… inikah gadis itu ?


-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
04
SIKAPKU DI AWAL PERTEMUAN

Aku benar-benar kehilangan bahasa saat itu. Mulut ini sempat terkunci saat tangan ini menjabat tangan putihnya.

“Oh Tuhan, janganlah kau buat aku untuk mencintainya. Karena aku bukanlah takdirnya yang sepadan!“ getirku di dalam hati.

Aku terpana sepi, salam apa yang tepat untuk membuka obrolan saat itu?

“Teman Mirna ya? Kok mau sih berteman dengannya?” Tanyaku sembari bercanda.

“Nga tahu, mungkin kasihan!” jawabnya lirih dengan tatapan yang tak bertemu.

Oh Tuhan, aku telah selangkah mengenalnya dan sekali lagi tolong rem hasratku ya Tuhan. Aku bukan takdirnya yang tepat.


Kesan pertama, mungkin kurang begitu mendalam. Karena percakapan kami selalu menjurus untuk mengolok-olok Mirna. Tapi untung, ia bukanlah sosok Wanita pemalu, sehingga ia bisa untuk menyambung guyolanku saat itu.

Sempat kami berjalan berpindah tempat dan mencari tempat duduk untuk saling berbincang. Selama itu aku sangat takut sekali kehabisan pembicaraan. Tapi untung Mirna sepertinya datang sebagai Dewi penyelamat saat itu. Ialah yang bisa dijadikan bahan perbincangan saat itu.

Tak lama dari itu ternyata dosen di kelasnya masuk.

“Eh.. pak Kismanto tuh sudah datang!” sapaku menyambung pembicaraan,

“Sebentar lagi saja, agak malas sih belajar siang seperti ini!” jawabnya ringan,

“Nanti kena marah, lho?” bujukku mengingatkan.

“Ya udah aku masuk dulu yah!” pamitnya sembari meninggalkan kursi perkenalan saat itu.

Ya inilah hari pertama ku mengenal Winda.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



05
HARI-HARI SETELAH MENGENALNYA


Sekali lagi mungkin aku kurang begitu berani untuk mendekatinya, sehingga ku lepas peluang-peluang yang ada saat itu. Tak ada sms yang ku hantar, tak ada salam yang ku titipkan untuknya. Aku juga berusaha untuk mengerem semua perasaan. Aku tidak mungkin belajar mencintainya. Dia cukup terlalu tinggi untukku.

Berulang ku sering disodori pernyataan-pernyataan Winda tentangku dari bibir Mirna sendiri. Tapi, entah benar atau tidak, aku tidak pernah memperdulikannya. Aku tidak ingin mencintainya saat ini dan juga siapapun itu. Aku ingin sendiri dan semua adalah teman bagiku. 2 Kali aku telah menjalani kegagalan cinta di saat usiaku beranjak remaja saat itu. Dan ku tak ingin mengulangnya.

“Winda sudah banyak cerita tentangmu. Ia lumayan tertarik denganmu. Ia ingin ngajak kita jalan!” Persuasif Mirna kepadaku.

Ucapan itu justru memberatkanku. Aku tidaklah mungkin bisa menolak ajakkannya, tapi di sisi lain aku tetap harus menolak ajakkannya. Aku tidak ingin rasa ini tumbuh, maka untuk itu aku harus mengurangi pertemuan dengannya.

Ajakan pertama aku menolaknya, tanpa permohonan maaf dariku secara langsung. Untuk kali keduanya, ia mengajak kami berdua untuk jalan dengannya. Tapi, sekadar undangan ulang tahunnya.

Ajakan-ajakan itu benar-benar memberatkan hatiku. Entah mengapa aku termasuk ABG yang tidak menyukai jalan-jalan. Di samping itu juga memang orang tuaku sering marah, jika aku keluyuran pada waktu-waktu di luar jadwal kuliah atau siaranku. Aku tidaklah mungkin menolak dengan cara pertama. Kali ini aku menolak dengan seutas sms permohonan maaf.

“Yan, Winda senang sekali mendapat smsmu saat itu. Katanya sms itu sudah cukup mewakili ucapanku saat itu!” kata Mirna kepadaku,

Entah mengapa, aku juga merasa girang dengan ungkapan Mirna itu. Ia menyenangi kedatangan smsku saat itu.

“Oh apakah aku telah memulai mencintainya?”


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

06
SMS-SMS ITU MELAHIRKAN CINTA DI HATIKU


Sejak itu, aku memulai untuk memberanikan diri mengirimkan sms-sms sapaku. Yah mungkin awalnya hanya sekadar basa-basi, tapi ternyata satu hal yang sangat menyenangkan bisa smsan dengannya. Kembali lagi objek penderita sms kami adalah Mirna.

“Buk, aku lagi tidur sama kucingku. Dia tuh kalau malam sering dekat-dekat aku. Gimana kalau namanya ku beri nama Winda. Kan bulunya pirang sepertimu!” smsku,

“Winda? Boleh juga, tapi lebih cocok si Mirna saja!” balasnya,

“Mirna? Oh ya benar juga. Kucingku kadang ngejengkelin. Sering buang kotoran sembarangan. Itukan Mirna banget. Ha.. ha.. ha.. “

Jika ingat sms-sms itu, benar-benar menggelikan sekali. Entah mengapa aku serasa nyaman dengan sms-smsnya. Jika tak menyapanya pun aku serasa ada yang kurang. Dari sms-sms inilah melahirkan perasaan cintaku yang tak ku kehendaki hakekatnya untuk menyentuh perasaanku.

Suatu hari, aku mendapat tugas siaran di siang hari. Ketika pulang kuliah, aku bergegas menuju ke studio siaran. Pada saat menunggu angkot, aku melihatnya dengan Tina juga melakukan hal yang sama denganku. Lantas ku tegur tatapannya melalui senyumku. Tapi entah mengapa ia tidak membalas senyumku itu, ku tak hiraukan itu. Sekarang aku harus sampai ke studio tepat waktu. Aku beranjak memilih kursi di depan dan persis di belakang pak sopir. Aku cenderung suka duduk di posisi itu karena selama perjalanan aku bisa sambil berkaca karena itu adalah kegemaranku dulu.

“Tut.. tut.. tut.. tut.. “ bunyi hpku menandakan sms diterima,

“Pak sendirian aja di depan? Gabung ama kita-kita saja di belakang!” sms itu berasal dari hp Winda,

Serentak ku toleh sumber sms itu ke belakang. Mata kami saling bertemu. Ku balas sms ajakannya,

“Terima kasih ajakkannya, tapi maaf takut ntar ngeganggu temanmu. Mau siaran nih, sudah telat sekarang, makanya buru-buru. Winda mau ke mana?”

“ Mau ke rumah, tapi mau mampir ke Mall dulu ada barang yang mau dibeli !” balasnya,

Ketika sampai di depan Mall tersebut bus berhenti karena ada penumpang yang akan turun. Dan di situlah aku melihatnya terus dari kejauhan”.



---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
07
AJAKKAN KE-3



Tepat suatu hari Jum’at. Mirna datang ke kelasku dan ia kembali lagi menyampaikan undangan Winda ke aku.

“Tolong kali ini jangan malu-maluin aku. Sudah 2 kali aku buat alasan ke dia. Dan kali ini dia mau mengajak kita jalan!” Gertak Mirna,

“Tapi buk,,,,,”

“Tolong punya perasaan sedikit dong. Aku tunggu kau di depan kelas sampai kamu keluar sehabis pelajaran selanjutnya,” putus omongannya,

Terkadang Mirna juga nekat dengan ucapannya. Dan kali ini sepertinya tak ada negosiasi lagi dengannya. Ia benar-benar menungguku. Usai kuliah kami langsung menuju ke tempat yang telah ditentukan. Dan sesampainya di sana kami harus menunggu selama +/- ½ jam. Penantian itu berakhir ketika kami lihat seorang wanita yang menaiki lift dengan berbaju putih. Kami menyapanya,

Pertemuan kami lanjutkan dengan makan siang di KFC, wah aku sempat malu karena dia tidak mau dibayari. Dari kenyataan itu sepertinya aku yakin Mirna telah menceritakan latar belakangku ke dia. Hampir 1 jam kita menghabiskan waktu untuk makan dan berbincang-bincang. Dan sekali lagi seperti biasanya kita mengobjek deritakan Mirna sebagai bahan ledekan.

Seusai makan, kami ingin sekali mengabadikan momen itu untuk menggambil gambar keakraban lewat photo box. Kalau tidak salah saat itu kita mengambil 5 kali pemotretan. Dan sekali lagi ia tidak mau sama sekali aku mengeluarkan uang untuk itu.

Jam tanganku menunjukkan pukul 16.00 WIB. Kecemasanku memuncak. Karena aku tidak bisa berlama-lama untuk jalan-jalan. Karena jika aku terlambat pulang pasti orang tuaku marah padaku. Dan dengan alasan palsu aku utarakan niatku untuk berpamitan dengan mereka.

Sebelum aku turun lift ku sempatkan menatap Winda dan iapun demikian. Tatapan kami saling bertemu jauh dan aku hanya dapat melambaikan tanganku. Mengapa aku menyukai senyumnya saat itu? Aku semakin percaya bahwa aku telah jatuh cinta padanya.


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
08

SAAT KEPERGIAN MIRNA


Nama Mirna seakan menghilang begitu saja. Dan terakhir kami mendapat kabar kalau dia pindah kelas. Sekarang ia juga bekerja sebagai penyiar radio di sebuah daerah sama sepertiku. Tapi bedanya aku penyiar radio kota, dan ia di Banyuasin.

Kepergian Mirna seakan menjadi goresan baru antara kami, kita tidak bisa memanfaatkan Mirna lagi sebagai konjungsi hubungan kami berdua. Yang ada hanyalah kemandirian hubungan kita berdua yang dapat menentukan arah di mana kami akan membawa pada langkah yang mana.

Winda yang ku kenal sekarang, sekarang bukan hanya Winda yang ku kenal dulu. Kini hubungan kami semakin akrab, perasaan itu juga tidak bisa untuk dibuang. Dalam sms-sms kami pun sering sekali menghantarkan energi tersendiri dalam naluri kami. Aku benar-benar terjebak dalam perasaan yang selama ini aku takutkan.

Sms gurauan kemarin. Kini telah menjadi sms sapaan pengikat perasaan. Berulang kali ia juga sering mendengarkan siaranku. Tak jarang ia juga menelpon ke studio untuk meminta lagu. Aku ingat sekali lagi pertama yang ia minta saat itu adalah lagu Digta yang berjudul kesepian. Permintaan lagunya itu seakan juga mendorong aku untuk menyatakan sebuah kepastian.

Berbulan-bulan tanpa kepastian siapa sih wanita yang tahan. Jika akupun sebagai wanita itu aku juga akan lelah menunggu sebuah pernyataan. Tapi aku juga bukanlah seorang yang cukup berani untuk memperjuangkan cintaku sendiri. Hubungan tanpa status itu pun berbulan-bulan menyandang diikatan hubungan kami.

Aku tidak ingin menyakitinya, dan juga tak ingin menyakiti hatiku. Aku harus berlaku adil. Aku tidak pantas untuknya. Maka dari itu aku harus tetap menjaga komunikasi dengannya.dan terkadang pun sesekali dan jarang untuk saling bermesraan satu dengan yang lain,

Dilema hati merindukan satu cerita,
Tak daya peluang tak tersentuhkan kumbang,
Membiar bunga semakin mekar,
Meski tanpa madu yang dicecar kaki,

Kumbang diam dalam dengingan pilihan,
Tak mau mati dan tak ingin mematikan jua,
Meski madu tersumbat pada kaki,
Tapi tetap ia tak berpeluang dekat,
Hingga kapan semua juga tak menguak,
Hingga layu atau direbut lainan kumbang yang akan bertandang,



--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
09
SMS-SMS DI MALAM ITU


Malam ini sungguh sangat sepi. Di depan mataku tergeletak 31 halaman kertas copyan yang harus aku baca untuk ulangan besok. Tapi, otakku tak terlepaskan untuk menyapanya. Malam itu aku terus terfikir dengannya. Apalagi akhir-akhir ini ia sering tidak kelihatan di kampus. Entah apa yang terjadi dengannya? Gairahku untuk bertanya meruncing, akhirnya ku mulai untuk mengirimkan sms untuknya,

“Buk, maaf bukan maksud untuk ngatur dan ngurusin urusanmu. Tapi tolong seringlah masuk kuliah. Aku takut nilaimu turun!” smsku,

“Oh ya makasih pak, iya sekarang aku jarang masuk kuliah. Sebenarnya mungkin semester depan aku pindah kampus. Bapak lagi ngapain?”

“Lagi baca-baca fotocopyan, Emang mau pindah ke mana?”

“Aku mau coba ikut tes di Unsri, satu kampus dengan abangku….”

“Lho kok gitu sih? Ibuk lagi ngapain?”

“Lagai nyantai-nyantai saja pak, yah itu baru rencana sih. Tapi belum tahu juga”

***

“Pak boleh minta tolong nga?” sms Winda,

“What that?” sms ku,

“Cariin aku cowok pak! dah lama kesepian. Kayak lagu Dygta.”

“Nga usah sama yang lain, dengan aku aja. Tapi nunggu aku sudah sukses, punya masa depan bagus dan sebagainya. Tapi selagi aku belum sukses ibu bisa cari yang lain dulu saja toh banyak cowok-cowok di kampus yang lebih dari aku”.

“Lho kok gitu, Pak?”

“Gitu yang mana? Sms terakhir tadi terkirim 2 poin, poin pertama atau kedua yang menjadi masalah?”

“Smsmu tadi terpotong pak! tapi intinya bapak belum mau pacaran ya?”

“Banyak alasan untuk itu. Karena aku belum sukses, aku tidak istimewa, orang tua kurang mendukung untuk pacaran, aku belum siap gagal bercinta lagi, dan masih banyak sekali alasan lainnya.”

“Berarti nga ada kesempatan dong?”

“Mungkin suatu saat, kita jalanin dululah apa adanya. Hubungan teman atau sahabat juga tidak jelek-jelek amat. Ibu bisa cari yang lebih dari aku, tapi tolong jangan sampai aku mengetahuinya. Terus untuk permintaanmu yang tadi aku tidak bisa untuk membantunya” terangku.

“Ya ampun pak, aku tuh sayang dengan kamu. Tapi kalau bapak cuma ingin kita sekadar jadi teman juga tidak apa-apa”.

“Maafin aku buk, perasaanku sama sepertimu. Aku juga sayang kamu. Tapi kita berbeda. Dari cara kita menyikapi perasaan pun sudah berbeda. Jadi percuma jika disatukan. Kita akan sering bertengkar!”

“Ya sudahlah pak, sudah hampir setengah tahun kita saling mengenal. Mungkin aku masih kurang kesabaranku. Tapi malam ini aku sudah lega karena aku sudah tau jawabannya. Dan tak ada yang bisa kita harapkan untuk hubungan kita”.

“Sekali lagi tolong maafin aku, jangan marah! Mungkin kita tetap bisa saling share. Kita anggap seperti saudara sendiri. Ibu anggap aku seperti kakakmu dan sebaliknya”.

“Ya sudahlah”.

“Sudah malam tidurlah, nanti cantiknya luntur karena kurang tidur. Buruan yah tidurnya dan aku akan tunggu ibu di dalam mimpi. Ada beberapa hal yang ingin ku ceritakan. Tapi jangan ajak Mirna!”

“Jika aku bisa memilih aku tidak ingin bertemu denganmu lagi meski lewat mimpi. Tapi sekali lagi terima kasih”

“Maafin aku!”

……………………….

………………………..

………………………….








Tak Bisa Memiliki

By; Dygta

Bila waktuku tersisa untuk slalu bersamamu menjaga hatimu,
Aku kan selalu mencoba berikan yang terbaik untuk kau miliki,
Tapi maafkan aku waktuku hanya sesaat,

## Aku tak bisa memiliki…
Menjaga cintamu,
Wal;au sesungguhnya hatiku mencintaimu.. memilikimu..
Aku tak ngin kau terluka mencintai aku,
Hapuslah air matamu dan,
Lupakan aku,

Sungguh dibatas asaku…
Hanya ingin kau bahagia jalani hidupmu,
Aku kan slalu mencoba berikan yang terbaik untuk kau miliki,
Tapi maafkan aku waktuku hanya sesaat……………

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Ulasan Artikel Jurnal Penelitian

Contoh Proposal Kegiatan Bulan Bahasa di Sekolah

Novelet "“NOVELETE KETIKA AKU HARUS …” Oleh: Alvian Kurniawan