Ilmu dan Kebudayaan, oleh: Alvian Kurniawan, S.Pd.

KATA PENGANTAR

Puji syukur tercurahkan atas kehadirat Allah swt karena atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah presentasi mata kuliah filsafat ilmu ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun untuk membahas tentang ilmu dan kebudayaan.
Terima kasih kepada Prof. Waspodo, Ph.D dan Dr. Riyanto, M.Si selaku dosen pengajar mata kuliah ini, serta semua pihak yang telah membantu memberikan memotivasi, sehingga tugas ini dapat diselesaikan.
Makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, baik dari segi isi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan guna penyempurnaan makalah selanjutnya.

Palembang, Oktober 2015

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG 1
B. RUMUSAN MASALAH 2
C. TUJUAN 2

A. LATAR BELAKANG KEBUDAYAAN DAN PERKEMBANGANNYA 3

B. PERANAN DAN KARAKTERISTIK ILMU DAN ILMUWAN

C. EKSISTENSI NILAI ILMU PENDIDIKAN TERHADAP PERKEMBANGAN
KEBUDAYAAN NASIONAL

D. PERMASALAHAN APLIKASI ILMU PADA ZAMAN MODERNISASI DAN
LANGKAH-LANGKAH MENINGKATKAN PERANAN ILMU

E. PERANANAN BAHASA SEBAGAI SARANA ILMU PENGETAHUAN
TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU DAN KEBUDAYAAN

KESIMPULAN, SARAN, DAN PENUTUP 13

DAFTAR PUSTAKA 14




BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat (Suriasumantri, 2013: 261). Ilmu dan budaya merupakan kesatuan yang saling mempengaruhi. Dengan adanya kedua hal ini, maka dapat tercipta pengaruh peradaban hidup yang dinamis. Dinamis yang dimaksudkan adalah perubahan-perubahan yang menuju ke dalam hal yang positif. Dalam hal ini peranan ilmu sangat diperlukan. Arif (2002:107) menyatakan bahwa ilmu sebagai alat pengetahuan yang dapat menjadikan perubahan dan perbaikan manusia dari masa sekarang ke masa mendatang. Demikian pula kebudayaan yang juga berkontribusi dalam dinamika perkembangan, sebab budaya dihasilkan dari suatu karya, cipta, dan karsa seseorang yang dapat memperkaya eksistansi kehidupan peradaban.
Eksistansi ilmu dan kebudayaan pada masa kini terus dikembangkan. Namun, permasalahan yang terjadi ialah tidak adanya keseimbangan pengembangan dari kedua hal tersebut. Para ilmuwan terus mengontruksi perkembangan ilmu yang dimiliki dengan memuat kemajuan teknologi. Namun, seiring perkembangan teknologi, justru mengalihkan perhatian manusia dengan menyampingkan perkembangan kebudayaan. Selain itu, teknologi mengubah sistem komunikasi menjadi bersifat praktis, langsung dan individual, tanpa melihat sensor nilai-nilai sosio-kultural dan sosio-religius yang hidup di suatu peradaban (Suhartono, 2005:176), Sehingga paradigma mengenai keberadaan ilmu dan kebudayaan seolah menjadi batasan ruang lingkup yang jauh dari dua objek tersebut.
Hal yang seharusnya dilakukan agar ketidakselarasan ini tidak terjadi ialah dengan menumbuhkan keyakinan bahwa tanpa adanya ilmu dan kebudayaan yang sejalan, maka kedinamisan itu akan terhambat. Di sinilah seharusnya dunia pendidikan mampu melihat permasalahan ini sebagai bentuk masalah global yang harus segera diselesaikan. Salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh dunia pendidikan ialah dengan memberikan pengetahuan kepada peserta didik dengan pengetahuan yang berbasis pada perkembangan ilmu dan budaya.



B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang dibahas pada makalah ini ialah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah latar belakang budaya dan perkembangannya?
2. Bagaimanakah peranan dan karakteristik ilmu dan keilmuwan?
3. Bagaimanakah eksistensi nilai ilmu pendidikan terhadap perkembangan
kebudayaan nasional?
4. Bagaimanakah permasalahan aplikasi ilmu pada zaman modernisasi dan
langkah-langkah meningkatkan peranan ilmu?
5. Bagaimanakah perananan pengajaran bahasa dan sastra indonesia terhadap
perkembangan ilmu dan kebudayaan?

C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah untuk:
1. menjelaskan latar belakang budaya dan perkembangannya;
2. memaparkan peranan dan karakteristik ilmu dan keilmuwan;
3. menerangkan eksistensi nilai ilmu pendidikan terhadap perkembangan kebudayaan
nasional;
4. membahas permasalahan aplikasi ilmu pada zaman modernisasi dan langkah-langkah
meningkatkan peranan ilmu;
5. memaparkan peranan pengajaran bahasa dan sastra indonesia terhadap
perkembangan ilmu dan kebudayaan.




BAB II
PEMBAHASAN

A. LATAR BELAKANG KEBUDAYAAN DAN PERKEMBANGANNYA
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu buddayah yang artinya dalam bentuk jamak yaitu buddhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan atau bisa diartikan juga sebagai kegiatan mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia, Ihsan (dikutip Balkis, 2012). Dengan demikian, kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Budaya adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah”. Selain itu, menurut Taylor (dalam Suriasumatri, 2013:261) menyatakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang di dapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat. Sama halnya dengan pendapat Jacobs dan Stern (dikutip Muhammad, 2012) yang menyatakan bahwa kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi sosial, ideologi, religi, dan kesenian, serta benda yang kesemuanya merupakan warisan sosial. Ditambahkan pula oleh Koentjaraningrat (dikutip Muhammad, 2012) yang menyatakan, “Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan pelajar”. Selain itu, Kupper (dikutip Muhammad, 2012) menjelaskan bahwa kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok. Ditambahkan oleh Haviland (dikutip Muhammad, 2012) yang menjelaskan bahwa kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima oleh semua masyarakat. Dewantara (dikutip Muhammad, 2012) menambahkan bahwa kebudayaan berarti buah budi manusia yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan mengandung kompleksitas nilai-nilai kehidupan positif yang layak dan mampu diterima oleh akal budi manusia. Dalam hal ini, kebudayaan dapat dikatakan perlu untuk kepentingan pergaulan dalam masyarakat setempat.
Suriasumatri (2013:261) menyatakan bahwa manusia memiliki kebutuhan yang banyak dalam hidupnya. Karena banyaknya kebutuhan itulah yang menyebabkan manusia harus mencari cara untuk memenuhi kebutuhan itu. Ashley Montagu (dalam Suriasumatri, 2013:261) menyatakan bahwa kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Oleh sebab itu, manusia akan berpaling kepada kebudayaan yang mengajarkan manusia tentang cara hidup.
Sehubungan dengan pendapat yang menjelaskan kebutuhan yang akan memalingkan manusia kepada kebudayaan, maka Maslow (dalam Suryasumatri, 2013:262) mengelompokan kebutuhan manusia menjadi lima jenis, yaitu: kebutuhan fisiologi, kebutuhan rasa aman, kebutuhan afiliasi, kebutuhan harga diri, dan pengembangan potensi.
Pada hakikatnya, menurut Mavies dan John Biesanz (dalam Surasumatri, 2013:262) menyatakan “Kebudayaan merupakan alat penyelamatan (survival kit) kemanusiaan di muka bumi ini”. Maksudnya, manusia memiliki beragam keterbatasan, salah satu keterbatasan itu ialah manusia tidak selalu bisa mempergunakan instingnya dalam bertindak. Ketidakmampuan manusia untuk bertindak instingtif ini harus diimbangi oleh kemampuan lain, yakni kemampuan untuk belajar, berkomunikasi, dan menguasai obyek-obyek yang bersifat fisik. Kemampuan belajar ini dimungkinkan oleh berkembangnya inteligensi dan berpikir simbolik. Terlebih lagi manusia mempunyai budi yang merupakan pola kejiwaan yang di dalamnya terkandung dorongan hidup yang dasar, insting, perasaan, pikiran, dan budi. Semua kandungan inilah yang menyebabkan manusia akan berkembang.
Kuntja¬raningrat (dalam Suriasumantri, 2013:261) secara lebih terperinci membagi kebudayaan menjadi unsur-unsur yang terdiri dari sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahu-an, bahasa, ke¬senian, sistem mata pencaharian serta sistem teknologi dan peralatan.
Dari semua unsur kebudayaan tersebut, semuanya sangat erat hubungannya dengan pendidikan. Sebab, semua materi yang terkandung dalam suatu kebudayaan diperoleh manusia secara sadar lewat proses belajar yang diteruskan kepada kebudayaan dari generasi yang satu ke generasi selanjutnya. Dengan demikian, kebudayaan dapat diteruskan dari waktu ke waktu. Kebudayaan yang berlalu akan bereksistensi pada masa kini; dan kebudayaan masa kini akan disampaikan ke masa yang akan datang. Atau menurut Alfred Korzybski, kebudayaan mempunyai kemampuan mengikat waktu.

B. PERANAN DAN KARAKTERISTIK ILMU DAN ILMUWAN
Balkis (2012) mengemukakan bahwa banyak sumber dan pakar yang berusaha mendefinisikan pengertian ilmu, diantaranya: Rahayu berpendapat bahwa ilmu adalah pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dan berlaku umum; Kuhn berpendapat bahwa ilmu adalah himpunan aktivitas yang menghasilkan banyak penemuan, baik dalam bentuk penolakan maupun pengembangannya; Bucaille berpendapat bahwa ilmu adalah kunci untuk mengungkapkan segala hal, baik dalam jangka waktu yang lama maupun sebentar; Popper berpendapat bahwa ilmu adalah tetap dalam keseluruhan dan hanya mungkin direorganisasi; Poespoprodjo berpendapat bahwa ilmu adalah proses perbaikan diri secara bersinambungan yang meliputi perkembangan teori dan uji empiris; Taufiq berpendapat bahwa ilmu adalah penelusuran data atau informasi melalui pengamatan, pengkajian dan eksperimen dengan tujuan menetapkan hakikat, landasan dasar ataupun asal usulnya; Singer berpendapat bahwa ilmu adalah suatu proses yang membuat pengetahuan (science is the process which makes knowledge); Asmadi berpendapat bahwa ilmu merupakan sekumpulan pengetahuan yang padat dan proses mengetahui melalui penyelidikan yang sistematis dan terkendali (metode ilmiah); Gade berpendapat bahwa ilmu adalah falsafah, yaitu hasil pemikiran tentang batas-batas kemungkinan pengetahuan manusia; Bacon berpendapat bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan yang valid dan hanya fakta-fakta yang dapat menjadi objek pengetahuan.
Berdasarkan pengertian dari para pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah sekumpulan pengetahuan yang menjadi kunci untuk mengungkapkan sesuatu hal secara berkesinambungan melalui proses perbaikan diri berdasarkan perkembangan teori dan uji empiris.
Night (diterjemahkan Arif, 2012:86) menyatakan peranan ilmu adalah sebagai suatu cara berpikir, yaitu ilmu merupakan suatu cara berpikir dalam menghasilkan sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang dapat diandalkan. Berpikir bukan satu-satunya cara dalam mendapatkan pengetahuan, demikian juga ilmu bukan satu-satunya produk dari kegiatan berpikir. Ilmu merupakan produk dari hasil proses berpikir menurut langkah-langkah tertentu yang secara umum dapat disebut sebagai berpikir ilmiah. Berpikir ilmiah merupakan proses berpikir atau pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis yang berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang sudah ada. Selain itu, ilmu juga berperan sebagai asas moral, yaitu dari awal perkembangan ilmu selalu dikaitkan dengan masalah moral. Copernicus (1473-1543) yang menyatakan bumi berputar mengelilingi matahari yang kemudian diperkuat oleh Galileo (1564-1642) yang menyatakan bumi bukan merupakan pusat tata surya yang akhirnya harus berakhir di pengadilan inkuisisi. Kondisi ini selama 2 abad mempengaruhi proses perkembangan berpikir di Eropa. Moral reasioning adalah proses di mana tingkah laku manusia, institusi atau kebijakan dinilai apakah sesuai atau menyalahi standar moral. Kriterianya dari moral reasioning ini diantaranya, yaitu logis adalah bukti nyata yang digunakan untuk mendukung penilaian haruslah tepat dan konsisten dengan lainnya.
(Suriasumantri, 2013:274) menyatakan bahwa dua karakteristik yang merupakan asas moral bagi ilmuan antara lain meninggikan kebenaraan, yang berarti ilmu sebagai kegiatan berpikir untuk mendapatkan pengetahuan yang benar atau secara lebih sederhana. Kriteria kebenaran ini pada hakikatnya bersifat otonom dan terbebas dari struktur kekuasaan di luar bidang keilmuan. Ini artinya, untuk mendapatkan suatu pernyataan benar atau salah seorang ilmuwan harus terbebas dari intervensi pihak lain di luar bidang keilmuan. Selain itu, ilmu juga sebagai pengabdian secara universal, maksudnya seorang ilmuan tidak mengabdi pada golongan tertentu, penguasa, partai politik ataupun yang lainnya. Akan tetapi, seorang ilmuan harus mengabdi untuk kepentingan khalayak ramai. Maksudnya, dapat kita ketahui bahwa ilmu yang merupakan kegiatan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar haruslah terlepas dari pengaruh asing di luar bidang keilmuan (bebas nilai) dan harus memiliki manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat luas, bukan golongan tertentu. Namun dalam hal ini, para ilmuan dalam rangka untuk melakukan penelitian tidak dapat terlepas dari nilai-nilai ilahiyah, norma yang berlaku dalam masyarakat dan kondisi budaya agar hasil dari penelitian tersebut tidak mendatangkan kerusakan yang berakibat fatal, baik bagi manusia itu sendiri maupun alam semesata.


C. EKSISTENSI NILAI ILMU PENDIDIKAN TERHADAP PERKEMBANGAN
KEBUDAYAAN NASIONAL
Allport, Vernon dan Lindzey (dalam Suriasumantri, 2013:263) mengidentifikasi enam nilai dasar dalam kebudayaan, yaitu: nilai teori, ekonomi, estetika, sosial, politik, dan agama. Berdasarkan penggolongan tersebut, maka masalah pertama yang dihadapi oleh pendidikan ialah menetapkan nilai-nilai budaya apa saja yang harus dikembangkan dalam diri anak kita. Sebab, di sinilah peranan pendidikan yang sebagaimana mestinya membantu anak didik untuk mengembangkan pikiran, kepribadian, dan kemampuan fisiknya. Pendidikan harus mengorientasikan agar setiap waktu untuk mengkaji kembali masalah tersebut. Hal demikian harus dilakukan karena dua hal, yaitu: kerelevanan nilai-nilai yang dikembangkan dalam diri anak didik sesuai dengan kurun zaman di mana anak itu akan hidup kelak; Sebagai usaha pendidikan yang sadar dan sistematis mengharuskan kita untuk lebih eksplisit dan definitif tentang hakikat nilai-nilai budaya tersebut. Nilai-nilai ilmiah yang terpancar dari hakikat keilmuan, yakni: kritis, rasional, logis, obyektif, terbuka, menjunjung kebenaran, dan pengabdian universal (Suriasumantri, 2013:275).
Pengembangan kebudayaan nasional pada hakikatnya adalah perubahan dari kebudayaan yang sekarang bersifat konvensional ke arah situasi kebudayaan yang lebih mencerminkan aspirasi tujuan nasional. Dalam pengembangan kebudayaan nasional, ada beberapa hal yang diperlukan, seperti: nilai kritis, rasional, logis, objektif, terbuka, menjunjung kebenaran dan mengabdi secara nasional. Semua hal tersebut sangat diperlukan dalam upaya menghadapi dunia modernisasi seperti sekarang ini. Selain itu, diperlukan cara-cara yang terkandung dalam nilai-nilai ilmiah.
Talcot Parsons (dalam Suriasumantri, 2013:272) menyatakan bahwa ilmu dan kebudayaan saling mendukung satu sama lain. Dalam beberapa tipe masyarakat ilmu dapat berkembang dengan pesat. Demikian pula sebaliknya, masyarakat tersebut tak dapat berfungsi dengan wajar tanpa didukung perkembangan yang sehat dari ilmu dan penerapan. Ilmu dan kebudayaan berada dalam posisi yang saling tergantung dan saling mempengaruhi. Pada satu pihak, perkembangan ilmu dalam suatu masyarakat tergantung dari kondisi kebudayaan. Sedangkan di pihak lain, pengembangan ilmu akan memengaruhi jalannya kebudayaan.
Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan dan pengetahuan merupakan unsur dari kebudayaan. Kebudayaan nasional merupakan kebudayaan yang mencerminkan aspirasi dan cita-cita suatu bangsa yang diwujudkan dengan kehidupan bernegara. Dalam kerangka pengembangan kebudayaan nasional, ilmu mempunyai peranan ganda, yaitu: ilmu sebagai sumber nilai yang mendukung terselenggaranya pengembang-an kebudayaan nasional, dan ilmu merupakan sumber nilai yang mengisi pembentukan watak suatu bangsa (Suriasumantri, 2013:272).

D. PERMASALAHAN APLIKASI ILMU PADA ZAMAN MODERNISASI DAN
LANGKAH-LANGKAH MENINGKATKAN PERANAN ILMU
Dalam perkembangan zaman yang begitu cepat, terkadang ilmu dikaitkan dengan teknologi. Kebudayaan kita tak terlepas dari teknologi. Namun sayangnya, yang memiliki pengaruh yang dominan pada kebudayaan adalah teknologi, padahal teknologi adalah buah atau produk kegiatan ilmiah, sedangkan ilmu sendiri yang merupakan sumber nilai yang konstruktif dan memiliki ruang yang sempit dalam pengembangan kebudayaan nasional.
Dalam hal ini, pemahaman terhadap hakikat ilmu perlu dijadikan fokus pembicaraan dalam rangka untuk mengembangkan kebudayaan nasional. Setelah itu, baru dibahas mengenai langkah-langkah apa yang akan ditempuh untuk meningkatkan peranan keilmuan dalam pengembangan kebudayaan nasional.
Berdasarkan pada uraian-uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa ilmu memiliki peran dalam mendukung perkembangan kebudayaan nasional. Maka dalam hal ini, diperlukan langkah-langkah yang sistemik dan sistematik untuk meningkatkan peranan dan kegiatan keilmuan dalam perkembangan kebudayaan nasional yang pada dasarnya mengandung beberapa pemikiran seperti yang dikemukakan Suriasumantri (2013:278), antara lain sebagai berikut.
1. Ilmu merupakan bagian dari kebudayaan, dan oleh sebab itu langkah-langkah ke arah peningkatan peranan dan kegiatan keilmuan harus memperhatikan situasi kebudayaan masyarakat kita.
2. Ilmu merupakan salah satu cara menemukan kebenaran, di samping itu masih terdapat cara-cara lain yang sah sesuai dengan lingkup pendekatan dan permasalahannya masing-masing. Pendewaan terhadap akal sebagai satu-satunya sumber kebenaran harus dihindarkan.
3. Meninggikan integritas ilmuan dan lembaga. Dalam hal ini modus operandinya adalah
melaksanakan dengan konsekuen kaidah moral dari keilmuan.
4. Pendidikan keilmuan harus sekaligus dikaitkan dengan pendidikan moral.
5. Pengembangan bidang keilmuan harus disertai dengan pengembangan dalam bidang
filsafat terutama yang menyangkut keilmuan.
6. Kegiatan ilmiah haruslah bersifat otonom yang terbebas dari kekangan struktur
kekuasaan.

E. PERANANAN BAHASA SEBAGAI SARANA ILMU PENGETAHUAN
TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU DAN KEBUDAYAAN
Pada pembahasan sebelumnya telah dibahas bahwa bahasa termasuk sarana berpikir ilmiah. Artinya, bahasa dapat dipergunakan sebagai sarana untuk memecahkan sebuah masalah, salah satunya adalah mengenai cara mengembangkan ilmu dan pengetahuan. Suriasumantri (2013:171) menyatakan bahwa tanpa kemampuan berbahasa, maka manusia tak mungkin mengembangkan kebudayaannya, sebab tanpa mempunyai bahasa, maka hilang pulalah kemampuan untuk meneruskan nilai-nilai budaya dari generasi yang satu ke generasi selanjutnya.
Dengan bahasa, kita dapat mengomunikasi pengetahuan kita kepada orang lain. Hal ini jelas menyumbang pemikiran terhadap perkembangan ilmu dan kebudayaan. Sebagai contoh: belajar dan mengajar di sekolah merupakan kegiatan yang berhubungan dengan pengembangan ilmu dan kebudayaan. Dalam dunia belajar dan mengajar, banyak buah pemikiran, ide, informasi yang dikomunikasikan melalui bahasa.
Jika dikaitkan dalam bidang studi bahasa dan sastra Indonesia, serangkaian materi mengenai seni sastra, seperti: puisi, cerita rakyat, drama, dan lain-lain, dapat kita pelajari dengan bahasa. Saat mempelajari seni-seni sastra tersebut, secara tidak langsung kegiatan pengembangan ilmu dan kebudayaan nasional pun juga berjalan seiring pola pemikiran manusia.
Selain itu, dari pengembangan kurikulum bahasa Indonesia. Pengajaran bahasa dan sastra Indonesia pada kurikulum 2013 menekankan pada pengajaran berbasis teks. Dalam hal ini, banyak materi berbasis teks yang dapat dihubungkan dengan perkembangan ilmu dan budaya. Dalam pengajaran, pendidik, dapat memilih bahan teks ajar yang membahas tentang ilmu dan kebudayaan. Lalu, teks tersebut dikolaborasikan dengan kegiatan belajar lainnya.
Tabel berikut ini memuat contoh kegiatan pemberdayaan teks pelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang dapat dikolaborasikan dengan hal-hal yang dapat meningkatkan perkembangan ilmu dan pendidikan siswa di Sekolah Menengah Pertama.


Tabel 2.1
Contoh Pemberdayaan Teks Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada Kurikulum 2013 dengan Upaya Mengembangkan Ilmu dan Kebudayaan pada Tingkat SMP


1. Teks Hasil Observasi
Guru meminta peserta didik untuk mencari dan membaca artikel, lalu melakukan pengamatan tentang kesenian wayang Palembang, dan dilapor-kan melalui kegiatan me-nulis laporan hasil obser-vasi.

2. Teks Tanggapan Deskriptif
Guru mengintruksikan pe-serta didik untuk menyak-sikan tayangan “Jejak Petualang” di televisi, lalu diminta untuk menuliskan teks tanggapan deskriptif dan mengomunikasikannya di depan kelas.

3. Teks Eksposisi
Guru mengintruksikan pe-serta didik untuk mem-baca artikel tentang ke-senian “Dul Muluk” lalu diminta untuk mengem-bangkan dan mengomu-nikasikan dalam bentuk teks eksposisi.

4. Teks Eksplanansi
Guru meminta peserta didik untuk membaca fenomena alam yang terjadi, lalu mereleksikan ke dalam kehidupan para budayawan yang menjadi korban.

5. Teks Cerita Pendek
Guru meminta peserta didik untuk mewawancarai tukang penenun songket, lalu memintanya membuat sebuah cerita pendek yang berhubungan dengan hasil wawancaranya tersebut.



BAB III
KESIMPULAN, SARAN, DAN PENUTUP

A. KESIMPULAN
Latar belakang munculnya budaya karena kebutuhan manusia itu sendiri, namun manusia memiliki banyak kekurangan untuk memenuhi semua kebutuhan itu, sehingga dibutuhkan pendidikan untuk dapat terus mengembangkan kebudayaan itu. Night (diterjemahkan Arif, 2012:86) menyatakan peranan ilmu adalah sebagai suatu cara berpikir, yaitu ilmu merupakan suatu cara berpikir dalam menghasilkan sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang dapat diandalkan. Peranan ilmu pun sebagai dasar berfikir dan asas moral, sehingga dibutuhkan ilmuwan-ilmuwan yang berkarakter selalu meningkatkan kebenaran, dan menjunjung tinggi pengabdian secara universal. Kebudayaan mengidentifikasi enam nilai dasar, yaitu: nilai teori, ekonomi, estetika, sosial, politik, dan agama. Semua nilai tersebut dapat ditanamkan pada diri anak bangsa dengan ilmu pendidikan. Namun sayangnya, pengaplikasian ilmu dengan mempertinggi teknologi pada masa modernisasi seperti sekarang sering menyebabkan kebudayaan terabaikan. Seiring perkembangan teknologi, justru mengalihkan perhatian manusia dengan menyampingkan perkembangan kebudayaan. Selain itu, teknologi mengubah sistem komunikasi menjadi bersifat praktis, langsung dan individual, tanpa melihat sensor nilai-nilai sosio-kultural dan sosio-religius yang hidup di suatu peradaban (Suhartono, 2005:176). Sehingga, diperlukan langkah-langkah peranan ilmu dalam upaya mengembangkan kebudayaan. Untuk itu peranan bahasa sebagai sarana berfikir ilmiah sangat diperlukan. Suriasumantri (2013:171) menyatakan bahwa tanpa kemampuan berbahasa, maka manusia tak mungkin mengembangkan kebudayaannya, sebab tanpa mempunyai bahasa, maka hilang pulalah kemampuan untuk meneruskan nilai-nilai budaya dari generasi yang satu ke generasi selanjutnya. Untuk itu dalam upaya mengembangkan ilmu dan kebudayaan melalui pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, pelajar dapat mempelajari serangkaian materi mengenai seni sastra, seperti: puisi, cerita rakyat, drama, dan lain-lain. Saat mempelajari seni-seni sastra tersebut, secara tidak langsung kegiatan pengembangan ilmu dan kebudayaan nasional pun juga berjalan seiring pola pemikiran manusia. Selain itu, dapat pula dilakukan dengan cara menghubungkan pelajaran berbasis teks pada kurikulum 2013 dengan pengetahuan tentang kebudayaan.



B. SARAN
Untuk mengembangkan peranan ilmu dan kebudayaan, perlu adanya kesadaran dalam diri sendiri yang dapat dikolaborasikan dengan pengajaran.

C. PENUTUP
Demikian makalah ini dibuat, semoga bermanfaat.




DAFTAR PUSTAKA

Bakhtial, Amsal. 2014. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Balkis, Emil. 2012. Perkembangan Ilmu dan Kebudayaan Nasional.(https://emilbalkis.Word
press.com/tugas/perkembangan-ilmu-dan-kebudayaan-nasional/). Diakses 30 September 2015.

Knight, George R. 1962. Filsafat Pendidikan Terjemahan Mahmud Arif. 2012. Yogya-
karta: Gama Media.

Muhammad, Nikma. 2012. Makalah Filsafat Ilmu. (http://nikmamuhammadjds.blogspot.
co.id/2012/11/makalah-filsafat-ilmu.html). Diakses tanggal 30 September 2015.

Mulyawan, Tyo. 2013. Ilmu dan Kebudayaan. (https://tyomulyawan.wordpress.)com/
ilmu -dan-budaya/). Diakses tanggal 30 September 2015.

Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir. 2013. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Suhartono, Suparlan. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jogjakarta: Ar-Ruzz.

Suriasumantri, Jujun S. 2013. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Wicaksono, Dirgantara. 2014. Ilmu dan Kebudayaan. (http://dirgantarawicaksono.blog
spot . co.id/2013/04/ilmu-dan-kebudayaan.html). Diakses 30 September 2015.















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Ulasan Artikel Jurnal Penelitian

Contoh Proposal Pengajuan Kegiatan Ekstrakurikuler

Contoh Proposal Kegiatan Bulan Bahasa di Sekolah