Naskah juara 1 BEM UNIV PGRI Palembang "Lomba Menulis Surat Cinta Untuk Ibu" Oleh: Alvian Kurniawan

Palembang, 22 Desember 2009



Kotak hati untuk bidadari hatiku,

Diantara itu, perputaran waktu kian lama kian berjalan. Menembus ruang-ruang samar yang hanya terlihat dengan kaca mata yang mencapai pada tingkatan minus tak terjamah. Pagimu telah terundung malam. Kini aku yang berdiri sebagai bulan yang laksana pengharapan di malam yang telah tersingsing. Kini telah lama meninggalkan ompolan pesing itu.
Ibu, Aku adalah bocah kecilmu dulu. yang sering kau bonceng dengan sepeda junky hijaumu menelusuri jejalanan dipinggiran sawah untuk menghantarkanku menuju Taman Kanak-kanak tempat syurga ceriaku saat itu.
Ibu, Aku juga adalah bocah kecilmu yang kala itu sering kau timang dengan nina bobomu, yang sering kau elus rambutku dengan tanganmu, yang sering kau gendong dengan jirih payah usahamu yang lemah lembut, yang kau santuni aku dengan cucuran keringatmu, yang sering kau ciumi dengan bibir merahmu, dan yang kau rawat dengan segudang kasih sayang yang bersusun tingginya laksana terasiring pegunungan yang rapih dan terbentang indah.
Masih segar di pikiranku, kala itu badanku terasa teramat panas. Aku terbaring tak berdaya diatas ranjang jati berukuran 6 x 4 meter. Mataku memang belum dapat membaca tunjuk jarum jam saat itu. Tapi aku yakin, udara dingin yang menyengat semua sendi kulitku menandakan hari telah larut. Disampingku, engkau tak bergeming meninggalkan keluhku, kau putar balik kain kompres dijidatku, kau benahi selimut hangat itu di badanku, sesekali kau mendesis “sssst…. Sssst… diam anakku sayang, jangan menangis !” ketika aku kembali rewel. Sungguh berharga sekali pengalaman itu dan semua itu akan terus teringat dan terpatri dijejeran memori bingkai album indahku.
Ibu, Nuansa usia tak selamaya menetap kini kau telah semakin tua, kulitmupun juga telah semakin keriput. Kau jua tak sekuat dulu, jalanmu semakin renta, bicaraku semakin sering untuk aku ulang andai kata pesan cinta dariku tak terlayang pada pendengaranmu. Kini, tugasku yang lebih menhawatirkanmu layaknya engkau mengkhawatirkan buah hatimu ini dikalaku kecil dulu,
Ibu, sekali lagi bocah kecil itu adalah aku. Aku telah melepas usia itu sejak belasan tahun yang lalu. Kini, bocah itu telah merambah dewasa. Kini bocah kecil itu tak lagi pantas duduk di belakang sepeda junky-mu, kini bocah kecilmu itu tidak lagi layak untuk kau ninabobokan, yang kau kecup keningnya ditiap peraduan malam, yang kau ceritakan kisah Dewi Shinta yang diculik Rahwana, yang kau hantarkan ia sampai depan syurga kecilnya, yang kau ulurkan beberapa suap nasi dibibirnya, yang kau diamkan dikala ia menitikan air matanya.
Ibu, Usiamu bolehlah surut dimakan masa. Posisimu jua boleh tersingkir diperadaban Zaman. Namun tiadalah secuil hati ini tuk surutkan dan singkirkan rasa kasih, cinta dan sayang ini untuk seorang yang telah berjasa kepadaku. Selamat hari ibu, kaulah seindah indahnya permata yang ada didunia ini.
Salam hormat dan sayangku,

Bocah kecilmu,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Ulasan Artikel Jurnal Penelitian

Contoh Proposal Pengajuan Kegiatan Ekstrakurikuler

Contoh Proposal Kegiatan Bulan Bahasa di Sekolah