RPP KELAS X KD 3.8 DAN 4.8 BAHASA INDONESIA KURIKULUM 2013 REVISI
RENCANA
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Sekolah :
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : X /1
Materi Pokok : Hikayat
Alokasi Waktu : 6 JP (6 x 45 menit)
A.
Kompetensi Inti (KI)
Kompetensi Sikap: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
Menghayati dan mengamalkan perilaku
jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran,
damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian
dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa
dalam pergaulan dunia.
KI 3 Memahami ,menerapkan, menganalisis pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada
bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah
KI 4 Mengolah, menalar, dan menyaji
dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
B.
Kompetensi
Dasar (KD) dan Indikator
Kompetensi Dasar
|
Indikator
|
3.8 Membandingkan nilai-nilai dan kebahasaan cerita rakyat (hikayat)
dan cerpen.
|
3.8.1
Mengidentifikasi karakteristik bahasa hikayat.
3.8.2
Membandingkan bahasa dalam hikayat
dengan bahasa cerpen.
3.8.3
Membandingkan nilai-nilai dalam
teks hikayat dan dalam cerpen.
3.8.4
Membandingkan alur cerita dalam hikayat dan cerpen.
|
4.8 Mengembangkan
cerita rakyat (hikayat) ke dalam bentuk cerpen dengan memerhatikan isi dan
nilai-nilai.
|
4.8.1
Menyusun
kembali isi hikayat ke dalam bentuk cerpen
4.8.2 Menceritakan kembali isi
hikayat ke dalam bentuk cerpen.
|
C. Tujuan Pembelajaran
Melalui
model pembelajaran inquiry learning, peserta didik menggali informasi dari
berbagai sumber belajar diharapkan peserta didik dapat membandingkan nilai-nilai
dan kebahasaan cerita rakyat (hikayat) dan cerpen dan mengembangkan
cerita rakyat (hikayat) ke dalam bentuk cerpen dengan memerhatikan isi dan
nilai-nilai dengan rasa ingin tahu, teliti,
bertanggung jawab dan disiplin.
D. Materi Pembelajaran
1. Teks hikayat dan cerpen
2. Karakteristik bahasa hikayat dan cerpen
3. Nilai-nilai dalam hikayat dan cerpen
4. Unsur intrinsik teks hikayat dan cerpen
5.
Menyusun
teks hikayat ke dalam bentuk cerpen
E.
Model, Metode, dan Pendekatan Pembelajaran
Model Pembelajaran : Pembelajaran
Inkuiri (Inquiry Learning)
Metode Pembelajaran : Diskusi, penugasan
F.
Media dan Bahan Pembelajaran
1. Media/alat :
LCD/papan tulis
2. Bahan : Teks hikayat dan teks cerpen
G. Sumber Belajar
a.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Buku Siswa Bahasa
Indonesia Kelas X. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
b.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Buku
Guru Bahasa Indonesia Kelas X. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
c.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
H.
Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan Pertama: 2JP
3.8.1 Mengidentifikasi karakteristik bahasa hikayat.
3.8.2 Membandingkan bahasa dalam teks hikayat dengan bahasa cerpen.
Tahapan
|
Deskripsi
|
Waktu
|
Pendahuluan
|
1. Peserta
didik merespons salam pembuka.
2. Pendidik
mempersiapkan kondisi peserta didik.
3. Peserta
didik berdoa dipandu ketua kelas.
4. Pendidik
memotivasi peserta didik.
1. Pendidik
melakukan apersepsi melalui tanya jawab tentang materi yang telah
dipelajari pada pertemuan sebelumnya.
5. Pendidik
menyampaikan tujuan, manfaat materi pembelajaran yang akan dicapai, dan
strategi pembelajaran.
|
10
menit
|
Inti
|
1.
Peserta didik membaca
contoh teks hikayat.
2.
Peserta didik membaca
contoh cerpen.
3.
Peserta didik
mengidentifikasi karakteristik bahasa hikayat.
4.
Peserta didik
mengidentifikasi bahasa yang digunakan dalam hikayat dan dalam cerpen.
5.
Peserta didik
membandingkan bahasa yang digunakan dalam hikayat dan dalam cerpen.
6.
Peserta didik mempresentasikan
temuan dan simpulan berkenaan dengan karakteristik bahasa hikayat dan perbedaan bahasa
yang digunakan dalam hikayat dan cerpen.
7.
Peserta
didik (yang lain) menanggapi, dan menyampaikan masukan untuk memperbaiki temuan atau simpulan yang berkenaan
dengan karakteristik bahasa hikayat dan perbedaan bahasa yang
digunakan dalam hikayat dan cerpen.
|
70
menit
|
Penutup
|
1. Peserta
didik melakukan refleksi tentang pembelajaran yang telah dilakukan.
2. Peserta
didik bersama pendidik menyimpulkan pelajaran
3. Peserta didik diberi tugas mencari teks hikayat dan cerpen lain dari berbagai
sumber (internet, majalah, koran).
4. Pendidik menyampaikan topik pembelajaran untuk pertemuan
selanjutnya.
|
10 enit
|
Pertemuan Kedua: 2JP
3.8.3 Membandingkan nilai-nilai dalam teks hikayat dan dalam
cerpen.
3.8.4 Membandingkan alur cerita dalam hikayat dan cerpen.
Tahapan
|
Deskripsi
|
Waktu
|
Pendahuluan
|
1. Peserta
didik merespons salam pembuka.
2. Pendidik
mempersiapkan kondisi peserta didik.
3. Peserta
didik berdoa dipandu ketua kelas.
4. Pendidik
memotivasi peserta didik.
5. Pendidik
melakukan apersepsi melalui tanya awab
tentang materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya.
6. Pendidik
menyampaikan tujuan, manfaat materi pembelajaran yang akan dicapai, dan
strategi pembelajaran.
|
10
menit
|
Inti
|
1.
Peserta didik membaca
contoh teks hikayat.
2.
Peserta didik membaca
contoh cerpen.
3.
Peserta didik mengidentifikasi nilai-nilai dalam teks
hikayat dan dalam cerpen.
4.
Peserta didik membandingkan nilai-nilai dalam teks hikayat dan dalam
cerpen.
5.
Peserta didik membandingkan alur cerita dalam hikayat dan cerpen.
6.
Peserta didik mempresentasikan
temuan dan simpulan berkenaan dengan nilai-nilai dan alur cerita dalam hikayat dan
cerpen.
7.
Pserta
didik (yang lain) menanggapi, dan menyampaikan masukan untuk memperbaiki temuan atau simpulan yang berkenaan
dengan nilai-nilai
dan alur cerita dalam hikayat dan cerpen.
|
70
menit
|
Penutup
|
1. Peserta
didik melakukan refleksi tentang pembelajaran yang telah dilakukan.
2. Peserta
didik bersama pendidik menyimpulkan pelajaran
3. Peserta didik diberi tugas mencari teks hikayat dan cerpen lain dari berbagai
sumber (internet, majalah, koran), kemudian dianalisis nilai-nilai dan alur hikayat dan cerpen.
4. Pendidik menyampaikan topik pembelajaran untuk pertemuan
selanjutnya.
|
10 menit
|
Pertemuan Ketiga: 2JP
4.8.1
Menyusun kembali
isi hikayat ke dalam bentuk cerpen
4.8.2
Menceritakan kembali isi hikayat ke dalam bentuk
cerpen.
Tahapan
|
Deskripsi
|
Waktu
|
Pendahuluan
|
1. Peserta
didik merespons salam pembuka.
2. Pendidik
mempersiapkan kondisi peserta didik.
3. Peserta
didik berdoa dipandu ketua kelas.
4. Pendidik
memotivasi peserta didik.
5. Pendidik
melakukan apersepsi melalui tanya jawab
tentang materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya.
6. Pendidik
menyampaikan tujuan, manfaat materi pembelajaran yang akan dicapai, dan
strategi pembelajaran.
|
10
menit
|
Inti
|
1.
Peserta didik membaca
contoh teks hikayat.
2.
Peserta didik menanya tentang cara
dan langkah-langkah penyusunan kembali isi hikayat ke dalam bentuk cerpen.
3.
Peserta
didik secara individu menyusun kembali isi hikayat ke dalam bentuk cerpen
dengan bahasanya sendiri.
4.
Peserta didik menceritakan kembali
hikayat yang telah tulisnya.
5.
Peserta didik mempresentasikan
temuan dan simpulan berkenaan dengan penyusunan kembali isi hikayat ke dalam
bentuk cerpen dan menceritakan kembali isi hikayat tersebut.
6.
Pserta
didik (yang lain) menanggapi, dan menyampaikan masukan untuk memperbaiki temuan atau simpulan yang berkenaan dengan
penyusunan kembali isi hikayat ke dalam bentuk cerpen dan menceritakan
kembali isi hikayat.
|
70
menit
|
Penutup
|
1. Peserta
didik melakukan refleksi tentang pembelajaran yang telah dilakukan.
2. Peserta
didik bersama pendidik menyimpulkan pelajaran
3. Peserta didik diberi tugas mencari teks hikayat dan cerpen lain dari berbagai
sumber (internet, majalah, koran), kemudian dianalisis nilai-nilai dan alur hikayat dan cerpen.
4. Pendidik menyampaikan topik pembelajaran untuk pertemuan
selanjutnya.
|
10 enit
|
I.
Teknik Penilaian
1. Teknik penilaian
· Pengetahuan :
tes tertulis
· Keterampilan :
penugasan, unjuk kerja
· Sikap : observasi
2. Instrumen penilaian
: Terlampir
· Penilaian
pengetahuan (Portofolio)
No
|
Aspek
yang dinilai
|
Skor
|
1.
|
Peserta didik mampu mengidentifikasi karakteristik bahasa hikayat
|
3
|
2.
|
Peserta
didik mampu membandingkan bahasa
dalam hikayat dengan bahasa cerpen
|
3
|
3.
|
Peserta didik mampu membandingkan nilai-nilai dalam
teks hikayat dan dalam cerpen.
|
2
|
4
|
Peserta didik mampu membandingkan alur cerita dalam
hikayat dan cerpen
|
2
|
|
Total skor
|
10
|
Nilai Akhir Siswa:
LAMPIRAN:
MATERI PEMBELAJARAN
· Karakteristik
bahasa hikayat
1. Banyak memakai kata penghubung yang
menyatakan urutan peristiwa, misalnya: harta, syahdan, maka, arkian, sebermula,
dan lalu.
2. Banyak memakai bentuk yang tetap
sehingga terdapat banyak pengulangan kata, misalnya: Kata sahibul hikayat, ada
sebuah negeri di tanah Andalas Palembang namanya, Demang Lebar Daun nama
rajanya, asalnya daripada anak cucu Raja Sulan, Muara Tatang nama sungainya.
(dari Sejarah Melayu)
3. Banyak memakai bentuk partikel pun
dan lah
4. Banyak memakai kalimat inversi,
misalnya: Syahdan maka bertemulah rakyat Siam dengan rakyat Keling, lalu
berperang. Lalu diceritakanlah segala kelakuan tuan putri dengan nahkoda itu.
· Karakteristik
bahasa cerita pendek
1. Menggunakan tokoh dengan kata ganti
orang pertama atau orang ketiga.
2. Menggunakan kata sifat untuk
menjelaskan watak tokoh/untuk mengidentifikasi tokoh/objek lain.
3. Menggunakan kata kerja untuk
menunjukan tindakan, gerak-gerik, dan tingkah laku tokoh.
4. Terdapat kata kias/konotasi dan gaya
bahasa untuk memperindah isi cerita.
5. Terdapat dialog/percakapan (dijelaskan
dalam tanda petik/kalimat langsung).
6. Menggunakan bahasa yang tajam,
sugestif, dan menarik.
· Unsur
Intrinsik hikayat dan cerpen
1. Tema, adalah pokok pikiran yang
menjadi dasar cerita yang dicetuskan oleh pengarang. Biasanya, tema hikayat
berupa kehidupan kerajaan, hal-hal di luar akal pikiran (ajaib), petualangan,
ketuhanan, dan lain-lain. Tema dominan dalam hikayat adalah petualangan.
2. Penokohan
adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh
dalam cerita. Untuk menggambarkan karakter seorang tokoh tersebut, pengarang
dapat menggunakan teknik sebagai berikut.
d. Penggambaran
fisik dan perilaku tokoh.
e. Penggambaran
oleh tokoh lain.
3. Alur, adalah
rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu
kesatuan yang padu bulat dan utuh. Dalam hikayat, terdapat beberapa peristiwa
yang pada dasarnya merupakan wadah pertentangan antara tokoh utama yang baik
dan tokoh utama yang jahat. Biasanya yang baiklah yang mendapatkan kemenangan
gemilang, sedangkan yang jahat dapat dikalahkan. Pada umumnya tokoh utama
berada di pihak yang benar, berwatak baik, dan dengan kehebatan dan
kesaktiannya dia unggul dalam suatu perkelahian atau pertentangan.
4. Latar, yaitu
tempat, hubungan waktu, suasana, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa secara konkret dan jelas. Unsur latar dibagi empat, yaitu:
a. Latar tempat,
merujuk pada lokasi berupa tempat-tempat dengan nama tertentu terjadinya
peristiwa.
b. Latar waktu,
berhubungan dengan ‘kapan’ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
c. Latar sosial,
merujuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial
masyarakat di suatu tempat yang di ceritakan dalam hikayat. Pada umumnya,
berkaitan dengan tradisi dan adat-istiadat yang masih kental.
d. Latar suasana,
berhubungan dengan keadaan yang tergambar dalam hikayat. Misalkan ketakutan,
romantisme, dan lain-lain.
5. Gaya bahasa,
adalah cara khas penyusunan dan penyampaian dalam bentuk tulisan dan lisan.
Ruang lingkup dalam tulisan meliputi penggunaan kalimat, pemilihan diksi,
penggunaan majas, dan penghematan kata. Dalam hikayat, yang digunakan yaitu
bahasa Melayu dengan berbagai macam diksi, majas, dan penggunaan katanya
cenderung tidak efektif, sehingga kita sulit memahaminya. Namun, ada beberapa
hikayat yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sehingga kita tidak
kesulitan dalm membacanya.
6. Sudut pandang,
adalah cara pengarang menempatkan dirinya dalam bercerita. Pencerita biasanya
menempatkan diri ebagai orang ketiga, dengan menggunakan teknik ‘diaan’,
menempatkan pencerita sebagai orang pertama hanya terdapat dalam hikayat
Abdullah.
7. Amanat,
merupakan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Biasanya
berisi petuah kehidupan, dan sebagainya
INSTRUMEN PENILAIAN
1. Bacalah
hikayat dan cerpen berikut! Lalu analisislah perbedaan antara hikayat dan
cerpen dilihat dari bahasa dan nilai-nilainya!
Hikayat
Si Miskin
Karena
sumpah Batara Indera, seorang raja keinderaan beserta permaisurinya bibuang
dari keinderaan sehingga sengsara hidupnya. Itulah sebabnya kemudian ia dikenal
sebagai si Miskin.
Si Miskin
laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu berjalan mencari
rezeki berkeliling di Negeri Antah Berantah di bawah pemerintahan Maharaja
Indera Dewa. Ke mana mereka pergi selalu diburu dan diusir oleh penduduk secara
beramai-ramai dengan disertai penganiayaan sehingga bengkak-bengkak dan
berdarah-darah tubuhnya. Sepanjang perjalanan menangislah si Miskin berdua itu
dengan sangat lapar dan dahaganya. Waktu malam tidur di hutan, siangnya
berjalan mencari rezeki. Demikian seterusnya.
Ketika
isterinya mengandung tiga bulan, ia menginginkan makan mangga yang ada di taman
raja. Si Miskin menyatakan keberatannya untuk menuruti keinginan isterinya itu,
tetapi istri itu makin menjadi-jadi menangisnya. Maka berkatalah si Miskin,
“Diamlah. Tuan jangan menangis. Biar Kakanda pergi mencari buah mempelam itu.
Jikalau dapat, Kakanda berikan kepada tuan.”
Si Miskin pergi
ke pasar, pulangnya membawa mempelam dan makanan-makanan yang lain. Setelah
ditolak oleh isterinya, dengan hati yang sebal dan penuh ketakutan, pergilah si
Miskin menghadap raja memohon mempelam. Setelah diperolehnya setangkai mangga,
pulanglah ia segera. Isterinya menyambut dengan tertawa-tawa dan terus
dimakannya mangga itu.
Setelah
genap bulannya kandunga itu, lahirlah anaknya yang pertama laki-laki bernama
Marakarmah (anak di dalam kesukaran) dan diasuhnya dengan penuh kasih sayang. Ketika
menggali tanah untuk keperluan membuat teratak sebagai tempat tinggal,
didapatnya sebuah tajau yang penuh berisi emas yang tidak akan habis untuk
berbelanja sampai kepada anak cucunya. Dengan takdir Allah terdirilah di situ
sebuah kerajaan yang komplet perlengkapannya.
Si Miskin
lalu berganti nama Maharaja Indera Angkasa dan isterinya bernama Tuan Puteri
Ratna Dewi. Negerinya diberi nama Puspa Sari. Tidak lama kemudian, lahirlah
anaknya yang kedua, perempuan, bernama Nila Kesuma. Maharaja Indera Angkasa terlalu adil
dan pemurah sehingga memasyurkan kerajaan Puspa Sari dan menjadikan iri hati
bagi Maharaja Indera Dewa di negeri Antah Berantah.
Ketika
Maharaja Indera Angkasa akan mengetahui pertunangan putra-putrinya, dicarinya
ahli-ahli nujum dari Negeri Antah Berantah. Atas bujukan jahat dari raja Antah
Berantah, oleh para ahli nujum itu dikatakan bahwa Marakarmah dan Nila Kesuma
itu kelak hanyalah akan mendatangkan celaka saja bagi orangtuanya. Ramalan
palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati Maharaja Indera Angkasa. Maka,
dengan hati yang berat dan amat terharu disuruhnya pergi selama-lamanya
putra-putrinya itu. Tidak lama kemudian sepeninggal putra-putrinya itu, Negeri
Puspa Sari musnah terbakar.
Sesampai di
tengah hutan, Marakarmah dan Nila Kesuma berlindung di bawah pohon beringin.
Ditangkapnya seekor burung untuk dimakan. Waktu mencari api ke kampung, karena
disangka mencuri, Marakarmah dipukuli orang banyak, kemudian dilemparkan ke
laut. Nila Kesuma ditemu oleh Raja Mengindera Sari, putera mahkota dari Palinggam
Cahaya, yang pada akhirnya menjadi isteri putera mahkota itu dan bernama Mayang
Mengurai.
Akan nasib
Marakarmah di lautan, teruslah dia hanyut dan akhirnya terdampar di pangkalan
raksasa yang menawan Cahaya Chairani (anak raja Cina) yang setelah gemuk akan
dimakan. Waktu Cahaya Chairani berjalan–jalan di tepi pantai, dijumpainya
Marakarmah dalam keadaan terikat tubuhnya. Dilepaskan tali-tali dan diajaknya
pulang. Marakarmah dan Cahaya Chairani berusaha lari dari tempat raksasa dengan
menumpang sebuah kapal. Timbul birahi nahkoda kapal itu kepada Cahaya Chairani,
maka didorongnya Marakarmah ke laut, yang seterusnya ditelan oleh ikan nun yang
membuntuti kapal itu menuju ke Palinggam Cahaya. Kemudian, ikan nun terdampar
di dekat rumah Nenek Kebayan yang kemudian terus membelah perut ikan nun itu
dengan daun padi karena mendapat petunjuk dari burung Rajawali, sampai
Marakarmah dapat keluar dengan tak bercela.
Kemudian,
Marakarmah menjadi anak angkat Nenek Kebayan yang kehidupannya berjual bunga.
Marakarmah selalu menolak menggubah bunga. Alasannya, gubahan bunga Marakarmah
dikenal oleh Cahaya Chairani, yang menjadi sebab dapat bertemu kembali antara
suami-isteri itu. Karena cerita Nenek Kebayan mengenai putera Raja Mangindera
Sari menemukan seorang puteri di bawah pohon beringin yang sedang menangkap
burung, tahulah Marakarmah bahwa puteri tersebut adiknya sendiri, maka
ditemuinyalah. Nahkoda kapal yang jahat itu dibunuhnya. Selanjutnya, Marakarmah
mencari ayah bundanya yang telah jatuh miskin kembali. Dengan kesaktiannya
diciptakannya kembali Kerajaan Puspa Sari dengan segala perlengkapannya seperti
dahulu kala.
Negeri Antah Berantah dikalahkan oleh Marakarmah, yang
kemudian dirajai oleh Raja Bujangga Indera (saudara Cahaya Chairani). Akhirnya,
Marakarmah pergi ke negeri mertuanya yang bernama Maharaja Malai Kisna di Mercu
Indera dan menggantikan mertuanya itu menjadi Sultan Mangindera Sari menjadi
raja di Palinggam Cahaya.
Cerpen
Jam
Kosong Lagi
Oleh Irma
Pagi buta Camil sudah bangun, ia
membereskan tempat tidur, mempersiap-kan buku-buku pelajaran dan tugas lalu
beranjak menuju kamar mandi. Setelah membersihkan diri tak lupa ia sholat subuh
kemudian menuju dapur untuk membantu ibunya menyiapkan sarapan.
“Kamu
sudah bangun Nak…”
“Sudah
bu, ibu mau masak apa?”
“Tumis
kangkung sama ikan asin goreng”
“Ya
sudah sini aku bantuinbu”
Pagi itu seperti biasa Camil membantu
ibunya menyiapkan sarapan pagi. Jam 5 pagi sarapan sudah siap dan ibunya lalu
mulai menyiapkan dagangan. Ibu Camil memiliki warung soto, jadi sehari-hari ia
selalu sibuk dengan dagangannya.
Setelah menyelesaikan urusan dapur
Camil pun masih sempat membantu ibunya mempersiapkan dagangan. Jam 6 mereka
satu keluarga sudah sarapan dan memulai aktivitas sehari-hari. Ayah Camil pergi
ke sawah, sementara ibunya berdagang.
Camil sendiri masih duduk di bangku SMA
kelas 3. Ia selalu rajin belajar baik di sekolah maupun di rumah. Ia juga
sering membantu ibunya berdagang karena memang rumah mereka di depan sekolah
Camil.
Sejak kakaknya meninggal satu tahun
lalu karena sakit Camil selalu rajin membantu ibunya. Ia menggantikan sang
kakak untuk membantu ibu mendapatkan uang untuk tambahan kebutuhan sehari-hari.
Dulu waktu kakaknya masih hidup mereka
bisa mengandalkan hasil sawah ayahnya karena selalu dibantu sang kakak. Namun
sekarang sang ayah bekerja sendiri sehingga seringkali hasil panen kurang
memuaskan.
Meski dari keluarga kurang mampu, Camil
adalah anak yang pandai dan ia sangat rajin di sekolah. Ia selalu mendapatkan
peringkat, bahkan tahun ini ia mendapatkan beasiswa untuk anak berprestasi.
Namun belakangan ini sedang ada masalah
di sekolahnya. Beberapa guru yang sudah tua meninggal dunia, kebetulan sudah
ada 3 guru yang meninggal bulan itu. Karena itu proses belajar mengajar di
sekolah sedikit terganggu karena kekurangan guru. Camil dan teman-teman
terpaksa sering belajar sendiri di sekolah karena jam kosong.
“Hari
ini sepertinya kita jam kosong lagi nih”, ucap Camil kepada Niko.
“Iya
nih, padahal sebentar lagi ujian”, jawab Niko.
“Bagaimana
jika kita belajar bersama, kita coba latihan soal saja, setelah itu kita saling
tukar jawaban kita”
Akhirnya Niko dan Camil belajar
mengerjakan soal-soal yang ada di buku. Setelah selesai mereka saling menukar
hasil jawaban yang diperoleh. Jika ada yang tidak sependapat dan memiliki
jawaban berbeda maka mereka pun mendiskusikannya bersama-sama.
Melihat mereka berdua belajar sendiri,
beberapa tema lain pun ikut bergabung, suasana belajar menjadi lebih ramai dan
menarik. Di sela-sela itu mereka juga masih sempat bercanda-ria.
“Coba
kalau setiap hari seperti ini ya, kita belajarnya jadi lebih santai”, celetuk
salah seorang dari mereka.
“Benar
juga ya, tapi kalau ada yang mentok dan tidak tahu ya kita juga yang susah,
coba soal nomor 5 ini siapa yang tahu?”, ucap Niko
“Iya,
aku tidak tahu jawaban pastinya”, tambah Camil
“Ya
sudah, kita catat saja yang tidak kita tahu, setelah itu nanti kita berikan ke
kepala sekolah agar kita dibantu…”
Mereka pun melanjutkan diskusi sampai
tidak menyadari waktu istirahat telah tiba. Mendengar anak lain ramai di luar
kelas mereka pun akhirnya mengakhiri diskusi dan istirahat.
“Bagaimana
ini, jam berikutnya kita juga kosong, apa kita lanjutkan seperti tadi?”
“Ya
bisa saja, tapi apa tidak sebaiknya kita bilang kepada kepala sekolah?”
“Bilang
bagaimana?”
“Ya
ini kan sudah dua minggu kita seperti ini, padahal sebentar lagi kita ujian,
apa tidak ada guru lain?”
“Iya
kamu benar”
Akhirnya beberapa murid memutuskan
untuk musyawarah terlebih dahulu di kelas. Akhirnya mereka bermusyawarah
membahas jam kosong yang sering terjadi.
Akhirnya, keputusan diambil, dengan
berbagai pertimbangan mereka memutuskan untuk mencoba bicara dengan para guru.
Niko, Camil dan Tia pun akhirnya menuju ke kantor.
“Ada
apa anak-anak, kalian tidak belajar?”
“Tidak
pak, pelajaran kimia…”
“Ow…
jadi kalian mau apa?”,
“Kami
ingin bertemu bapak kepala sekolah, Pak”
“Ada
perlu apa kalian ingin bertemu pak kepala sekolah?”
“Ini
pak, kami ingin membicarakan masalah jam kosong di kelas kami”
“Oh… ya sudah, di
ruangannya, kalian bisa ke sana langsung”
Akhirnya mereka menemui kepala sekolah
dan mengatakan masalah jam kosong tersebut. Tidak ada solusi yang memuaskan,
bapak kepala sekolah mengatakan bahwa di sekolah sudah tidak ada guru lain yang
bisa membantu, mereka mau tidak mau harus belajar sendiri sampai guru baru
didapatkan.
“Ya
sudah, kita harus belajar sendiri kalau begitu”, ucap Niko
“Tidak
apa-apa, yang penting kita sudah bicara dengan bapak kepala sekolah”, jawab
Camil
“Iya
benar, lagi pula bapak kepala sekolah sudah janji akan membantu kita jika ada
pertanyaan seputar pelajaran”, lanjut Tia
Mereka pun akhirnya kembali ke kelas
dan menyampaikan apa yang mereka bicarakan dengan kepala sekolah. Terlihat,
para murid sebenarnya sedikit kecewa namun mereka mengerti dan mau berusaha
sekuat tenaga untuk belajar sendiri. Apalagi sebentar lagi ujian, mereka tidak
mau kalau sampai tidak lulus.
Mengetahui: Palembang, 17 Juli 2017
Kepala Sekolah, Guru Mata Pelajaran,
Alvian Kurniawan, M.Pd.
Komentar
Posting Komentar